"Terkadang kita harus menunggu lebih lama hingga yakin benar dengan  kata hati  yang kita dengar" - Ma'arif Suryadi

(Cerpen ini pernah dimuat dalam MediaObsesi.com | 15 Mei 2013)


“Ayo ayo ayo ayo” Jerit para supporter mendukung kesebelasan dari sekolah kami. Kelihatan di sana seorang wanita cantik dengan teman-temannya berteriak paling keras diantara yang lain untuk mendukung kami, mereka adalah mawar cs. Mawar itu wanita yang cantik, ya nggak cantik banget sih tapi ya lumayan lah.

Waktu pertandingan sepak bola tinggal 2 menit lagi, tapi skor masih 0-0. Kami masih berusaha untuk bisa mencetak gol. Seperti aku, aku tidak mau mengecewakan teman-temanku, apalagi mawar, wanita yang telah aku sukai tapi sampai sekarang aku belum menyatakan perasaan hatiku.

Waktu tinggal sremenit lagi, sekarang aku harus mencetak gol. Aku langsung merebut bola dari lawan menggunakan kaki kananku, lalu berlari cepat dan menggocek-gocek lawan yang berusaha menghalangiku. Aku terus menggiring bola kearah gawang lawan. Lalu, sesampai di mulut gawang aku langsung menendang bola itu, dan…
“Gooool… hore hore…” teriak mawar dan teman-temannya.

Saat aku tahu kalau tendanganku mencetak gol, aku langsung berlari kea rah supporter denagn mengangkat tangan tanda aku senang sekali. Dan akhirnya peluit panjang berbunyi tanda pertandingan sudah usai denagn skor 1-0 untuk tim sekolah kami, tim SMP Al-kamal.
***

2 minggu kemudian…

Setelah pulang sekolah aku langsung mengajak mawar ke taman di belakang kelas kami. Kami duduk di kursi putih panjang yang kelihatan pas sekali untuk kita berdua
.
“Alvin, buat apa kamu ngajak aku kemari?” tanya mawar penasaran.

“Aku…” jawabku denagan terbata-bata untuk menyatakan hal yang paling kuinginkan dalam hidupku.

Aku melihat mata mawar tajam-tajam,”Aku suka kamu”

“Haaah?” Mawar terkejut, ia langsung memalinhkan mukanya. Lalu dia tersenyum, manis sekali. Dia masih tidak mau melihatku.

“Aku cinta kamu karena kamu cantik, baik, dan lugu.

“Thanks, aku akan memberi jawaban setelah ayahku memasukan bunga mawar ke dalam tasku,” jawabnya dengan malu-malu.

***
6 bulan kemudian…

Aku dan Mawar duduk berdua di tangga sebelah kelas kami. Sudah 10 menit kami berdua berdiam diri seperti ini.

“Apa ayahmu  sudah memesukan bunga mawar ke dalam tasmu?” Tanyaku memecahkan keheningan diantara kita berdua.

“Baru saja kemarin,” jawabnya dengan malu-malu.

“Terus, apa kamu menerima aku?”

Mawar terdiam, aku menunggu satu kata yang akan keluar dari bibir manis mawar itu. Dia terus tensenyum-senyum dan menambah aku penasaran.

“Aku…”

Tiba-tiba mawar menghentikan kata-katanya. Mataku melotot saat melihat darah segar yang keluar dari hidungnya, seperti mimisan.

“Kamu kenapa?” Tanyaku dengan suara pelan.

Mawar mengusap darah yang mengalir dari hidungnya dengan tangan, lalu dia menggeleng-gelengkan kepala, kemudian dia langsung berdiri dan lari sekencang-kencangnya. Tapi aku cuma duduk karema kau sangat terkejut.

***
Sudah sebulan mawar tidak masuk sekolah, aku merasa rindu sekali dengan senyumannya. Saat aku berjalan di depan ruang kepala sekolah, aku mendengar ibu kepala menyebut nama Mawar.

“Mawar itu anak yang cerdas pak, saya tahu dia itu susah payah untuk meraih presaatasinya.”

“Tapi bu, penyakit mawar sudah sadium akhir, dia tidak mungkin melanjutkan sekolahnya.”

“Saya tahu pak, tapi sebentar lagi ujian nasional, saya harap bapak bisa member izin kepada mawar untuk mengikutinya.”

Sesudah mendengarkan itu aku langsung berjalan cepat-cepat, aku tidak berharap mendengar berita duka Mawar lebih banyak lagi.

***
Pagi sesudah itu aku melihat Mawar masuk ke pintu gerbang sekolah, aku langsung berlari ke kelas untuk menyambut dirinya.

Bel masuk sudah hampir berbunyi, tapi Mawar tetap belum kelihatan padahal aku sudah menunggu lama. Tiba-tiba aku melihat seorang perempuan berjilbab, tangannya menutupi hidungnya. Aku langsung mendekatinya.

“Mawar?” Sapaku.

Dirinya melepaskan tangan yang menutupi hidungnya. Kelihatan banyak darah yang mengalir dari hidungnya.

“Mawar…” kataku dengan sedih.

Mawar menangis,”Alviiin… aku terkena kanker, sekarang rambutku sudah gundul dan tidak lama lagi hidupku akan berakhir."

“Kamu becanda kan?” Ujarku dengan menangis.

Aku kaget, tiba-tiba tubuh mawar jatuh. Aku mendekam tubuhnya. Tubuhnya membaring lemas di dekapanku.

“Mawaaaar… kamu kenapa?” sapaku dengan menepuk-nepuk pipinya.
“Mawar… bangun Mawar…

“Mawaar…?

“Mawaaaaarr.. bangun Mawar.. kamu belum menjawab pertanyaanku, Mawaaaar… aku cinta kamu.

“Jawab Maaaawaaaarrr.. Mawaaaaarrr…”

***

3 hari sesudah meninggalnya mawar, aku dating ke tepi danau. Aku diam di tepi danau itu sampai berjam-jam. Di sana aku merenungkan mawar, hanya mawar.

“Mawar, kamu sekarang dimana? Apa kamu tidak kasihan denganku?” Aku terus bertanya-tanya tapi  tidak ada jawaban satu pun.

Hari sudah mulai gelap, kunang-kunang mulai berdatangan, tapi aku masih berdiri di pinggir danau itu. Aku masih berharap semoga mawar atau arwahnya sekalipun dating kepadaku petang ini.

Aku melihati air danau itu. Airnya tenang sekali, menghanyutkan pada perasaan sedihku.

Tiba-tiba satu kunang-kunang mendekati wajahku. Aku baru tersadar  kalau dari tadi semua kunang-kunang berputar mengelilingi kakiku terus. Aku menoleh ke bawah, dan aku terkejut serta tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Sebuah bunga mawar tergeletak  pas di depan alas kakiku. Kemudian, aku pun mengambil bunga mawar itu.

“Mawaaar???” kataku sambil menghirup aroma bunga mawar itu, lalu aku mencium Mawar itu.

Tamat

{ 1 komentar... read them below or add one }

  1. Ini merupakan cerpen pertama yang penulis publikasikan di blog ini loh!!!

    BalasHapus


Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © DreaMedia : Bingkai Harapan -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -