"Cintailah apa yang kita miliki sepenuh hati. Karena waktu yang telah pergi takkan datang menghampiri kita lagi" - Ma'arif Suryadi

(Cerpen ini pernah dimuat dalam MediaObsesi.com | 16 Mei 2013)


April adalah bulan yang sangat istimewa bagi semua orang, dimana awal musim semi datang dari bulan ini.

Musim semi, dimana bunga krisan mekar berseri , bumi yang hangat disinari mentari pagi, cuaca yang sejuk , taman bunga yang indah dan harum semerbak wangi bunga, bunga-bunga yang bermekaran. Setiap kuncup bunga, masing-masing berusaha membentangkan coraknya yang terindah, orang-orang dan binatang serta serangga-serangga yang datang ke sini, semuanya dengan bahasa masing-masing yang paling menyentuh mengagumi dan memuji akan keindahan dan warna yang ditebarkan oleh bunga-bunga yang bermekaran disini.

Seperti layaknya bunga-bunga, cinta pada hati setiap insan pun bermekaran. Orang-orang sibuk untuk mempersiapkan pernikahan mereka, sedang yang masih remaja sibuk berjalan-jalan menyusuri taman bunga, dan yang sudah menikah sibuk untuk memenjakan diri ketempat-tempat romantis di setiap sudut kota.

Itu bagi mereka, tidak bagiku. Harum bunga musim semi seakan hilang ditelan kabut sepi dan ketidak berdayaan. Sunyi mencengkam diriku saat hari-hari menuju kepada langit ketujuh. Semua yang kuinginkan telah menertawai diriku yang lemah dan tanpa daya.

Aku sengaja kabur dari rumah sakit yang begitu menjenuhkan padahal disini ada begitu banyak keindahan yangt bias kudapat dalam hari-hari terakhirku.

“Aprilia? Kok kamu disini sich?” Sapa seseorang dari belakang bangku tempat dudukku.

“Rama, ngapain kamu kesini?” Tanyaku.

Rama berjalan menghadapku, ia berhenti tepat di depan wajahku.

“Kamu tau nggak, semua orang mencari kamu, termasuk aku.”

“Kenapa mereka mencari aku.”

Rama menatap tajam mataku,”Semua itu kawatir denganmu.”

“Maksud kamu , aku harus kembali ke ruang sempit itu dan tidur selamanya? Begitu maksudmu?”

“Itu bukan maksudku, aku tahu kamu ingin menghirup udara luar, tapi bukan begini caranya, bukan dengan kabur dan buat orang kawatir."

"Lantas kalau aku bilang ingin ke taman ini, apa mereka mengizinkannya, hah?” Jawabku kesal, “Apa kamu tau bagaimana perasaanku, berbulan-bulan aku terbaring di ranjang itu. Kamu tau bagaimana sedihnya aku, bagaimana kesepiannya aku? Dan apa kamu tau apa arti namaku. Namaku Aprilia karena aku dilahirkan dibulan april, bulan yang sangat indah. Dan apa aku salah kalau aku ingin sekejab saja merasakan indahnya bulan ku ini?” ketusku panjang lebar.

Seketika itu wajah Rama berkaca-kaca, lalu dia memelukku erat-erat.

“Ril, andai kamu tau betapa aku mengkhawatirkan kamu, aku itu sangat mencintaimu, aku tak ingin kehilanganmu, tak ingin”.

Setelah mendengar itu aku pun membalas pelukaanya.

“Sekarang kita pulang yuk…”

“Baik kalau itu permintaanmu.”

***

Sudah dua minggu setelah kejadian itu, aku tak lagi kabur dari rumah sakit. Dan setelah kejadian itu pula rama setiap hari menemaniku, membacakan buku cerita untukku, bersyair romantis untukku, dan ia juga bernyanyi-nyanyi dengan suara yang merdu hanya untukku. Namun mala mini dia tak juga datang. Dan entah kenapa sudah semunggu ini ayahku tidak menjengukku, dan ibuku sudah dua hari ini tak datang menjengukku.

Jam dinding sudah menunjukan pukul 11 malam, rumah sakit ini kian sepi. Akhirnya aku putuskan, dari pada sendirian disini, lebih baik aku kabur lagi, lagian juga aku sudah lumayan sehat.

Aku pun mengganti kostumku dan dengan langkah hati-hati aku keluar dari rumah sakit, kebetulan satpamnya udah tidur. Aku menuju taman itu kembali.

Malam yang tenang dihiasi cahaya rembulan, para serangga bagaikan enggan untuk tidur, menghiasi musim semi yang indah ini dengan suara mereka masing-masing yang paling syahdu bagai mengalunkan sebuah symphony, menenangkan bagi siapa saja yang mendengarkan musik orkestra symphony yang tiada taranya.

Malam semakin larut dalam keheningan, perlahan-lahan serangga-serangga yang kelelahan mulai merayap ke alam mimpi indah mereka masing-masing, dan tertidur pulas dalam kedamaian dalam pelukan malam.

Namun, di sebuah hamparan kecil rerumputan yang lebat, kunang-kunang disana malah asyik bermain-main dengan gembira, sama-sama memacarkan cahaya masing-masing yang terindah, melayang-layang menari-nari di udara sangat indah, berkelap-kelip bertaburan laksana mutiara-mutiara yang bercahaya diudara.

Aku terus duduk ditaman ini, menghirup udara kebebasan. Sejuk sekali. Inilah hidup yang ingin aku jalani, berlari-larian di udara bebas, berenang, dan menari-nari layaknya kupu-kupu yang baru bias terbang.

 “April, kamu kabur lagi?”

Aku terkejut, tiba-tiba Rama muncul dihadapanku. Aku hanya terdiam tak menjawab.

Kemudian rama duduk disampingku, aneh, dia tak memaksaku untuk pulang.

“Kamu datang juga” Kataku. Aku lalu menidurkan kepalaku di punggung Rama.

 “Aku tau pasti kamu sangat jenuh berlama-lama berada dirumah sakit. Kamu tau nggak?”

“Tau apa?” Tanyaku penasaran.

 “Besok kamu udah boleh pulang.”

“Serius”

Rama tersenyum.

***

Ternyata Rama benar, pagi harinya Mama, Rama, dan adikku Nanda membawaku pulan. Tapi aku bingung kenapa tidak ada Ayah ya?

Aku semakin bingung, saat aku sampai dihalaman rumahku, semua orang mengenakan baju hitam dan menatap kasihan ke arahku. Ada apa ini sebenarnya?

Lalu kami pun masuk kerumah. Aku terkejut, sebuah peti mati tergeletak di  lantai tempat yang biasanya untuk ruang tamu. Aku lebih terkejut lagi ketika aku melihat foto ayahku berada di atas keranda itu… ayah???

***

“Kamu ngapain di kamar sendirian?” Tanya rama.

“Kenapa kamu bawa aku pulang kalau cuma untuk memperlihatkan kalau ayahku telah tiada?” Tanyaku dengan menagis tersedu-sedu.

“Itu bukan maksudku, bukankah kamu sendiri yang selalu memaksa ingin pulang?”

“Tapi bukan ini yang aku mau, apa kamu pernah merasakan kehilangan seseorang. Rasanya tuh sakit banget.”

“Aku pernah, aku pernah kehilangan kamu.”

“Hah?”

“Iya, aku kehilangan Aprilai yang periang, manja , dan suka membuat  kekonyolan.”

Aku tersentak mendengar ucapan Rama. Apa benar aku bukanlah aku yang dulu?

“Aku belum hilang, kita ke tepi danau besok.”

Setelah mendengar itu rama langsung tersenyum gembira.

***

Malam setelah aku dan rama pergi ke tepi danau, aku tak pernah bisa tidur. Yang ada di pikiranku hanya Rama dan Rama. Perkataan dia selalu bergeming di telingaku. Dia berkata kalau kebahagiaan itu simpel, eh ternyata benar, di kamar ini aja aku rasanya sangat bahagia walau hanya memikirkan rama. Terus dia juga berkata kalau hidup ini harus di nikmati karena hidup itu cuma satu kali, dan hanya sebentar.

Entah kenapa tiba-tiba tenggorokanku sakit, rasanya ada sesuatu di dalamnya. Aku merasa mual, dan aku pun muntah.

Aku sangat terkejut dengan apa yang ku muntahlkan, darah segar yang banyak sekali. Seketika itu aku tak sadarkan diri.

Entah berapa lama aku tertidur, tiba-tiba setelah aku bangun rama ada di sampingku. Dan aku kembalki ke rumah sakit. Bukan hanya Rama,Ibu dan Nanda juga ada.

***

2 bulan kemudian…

Kini rasanya aku mulai kehilangan nyawaku, aku melihat kea rah jendela. Disana ada sebuah pohon besar, rantingnya sudah mulai menggugurkan daun, dan itu pertanda musim semi akan segera  berakhir.

“Aprilia…"

“Rama? Eh kenapa kamu bawa kursi roda?”

"Untuk kita jalan-jalan”

“Maksud kamu? Aku lumpuh?”

“Emmm, bukankan lumpuh juga bisa bahagia?”

Aku menggelengkan kepalaku, aku tidak percaya dengan semua ini. Seketika itu semua air mataku tumpah, sedangkan rama tak bisa menenagkanku.

“Ril, aku mohon, jangan menagis, aku sedih. kamu nggak lupa kan kalau minggu depan kita menikah?”

Aku menggelengkan kepalaku, aku masih menangis.

“Baiklah kalau begitu” Kata rama penuh putus asa. Lalu, ia melepas pelukan dariku. Ia pun melangkah menjauh dariku.

“Tunggu! perintah aku, “aku mau jalan-jalan dengan kursi roda itu”

Kini aku dan rama berjalan-jalan menyusuri taman bunga, tampak bunga-bunga masih bermekaran.

“Ril, kamu masih inget nggak? Dulu aku menembak kamu disini’

“Iya kok, aku juga lagi mbayangin itu. Dulu kita juga sering kencan disini. Oh iya dulu kamu nembak aku pake kostum badut kan? Nggak malu apa kamu, temen SMA kita dulu kan pada nertawain semua.”

“Demi kamu aku gak malu kok”

“Gombal”

Tiba-tiba langit menjadi mendung, dan langsung hujan lebat datang. Rama membawaku berlindung di sebuah pohon besar. Aku menggigil kedinginan.

"April, kamu kuat ya”

“Ram, dingin sekaliii…”

Spontan rama melepas jaketnya dan mengenakannya di tubuhku.  Lalu ia jonngkok di depan kursi roda yang sedang aku naiki.

“Apapun yang terjadi aku akan selalu disampingmu” Kata Rama dengan mata berkaca-kaca.

“Ram, semua ini udah lebih dari cukup, bersamamu saja aku sudah bahagia.” Kataku dengan penuh kesedihan, dan rama langsung mendekapku. Tubuhku sudah tak kuat lagi menahan sakit. Aku ikhlas kalau dipelukan rama saat ini hiduopku berakhir. Aku lemas sekali, dan aku pun tak sadarkan diri.

"Ril, kamu adalah segalanya bagiku. Kalau kamu cahaya aku pelitanya, bersama-sama bersinar menerangi dunia.

“Ril?"

Rama melepaskan pelukannya.

“April? Kamu kenapa? Bangun April!”

***

Kini telah sampailah aku pada ujung usiaku. Nyawa yang tak berdaya ini terlah terbang ke langit ketujuh, jauh disana.

Haru menyelimuti pemakaman tubuhku, tubuhku yang hanya hidup sangat sebentar. Entah kenapa, padahal musim semi belum berakhir namun semua daun berguguran, mungkin mereka terut berduka atas kematianku. Semoga saja besok akan tumbuh taman baru yang lebih indah dari sebelumnya. Semoga saja besok ada sinar yang lebih terang untuk menyambut musim semi berikutnya.

Sedangkan Rama masih duduk disamping pemakamanku, sedangkan yang lain telah pulang. Daun berguguran itu sudah hamper menutupi makamku,  sedangkan serangga-serangga telah tiada, entah kemana.

“Ril, kenapa kamu tinggalkan aku secepat ini? Tau kah kamu di dalam hatiku itu hanya ada kamu.” Kata rama dengan menangis histeris.

Ram, asal kamu tahu, aku tak pernah benar-benar meninggalkanmu…

Tamat

{ 6 komentar... read them below or Comment }


Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © DreaMedia : Bingkai Harapan -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -