Danur 2: Maddah, Teror Setan Pelakor


Artikel ini sebelumnya sudah saya posting di  
tz.ucweb.com/3_5elnf

Dunia Maya saat ini tengah heboh dengan isu transgender yang dilakukan oleh artis inisial LL. Banyak sekali artikel, tayangan TV, mapun video YouTube yang beredar. Namun, sebelumnya ada isu yang sama hangatnya, sama gatalnya untuk dibahas, apalagi kalo bukan istilah "pelakor".
Pelakor sangat dekat dengan kehidupan rumah tangga masa kini. Mungkin salah satu dari kita adalah korban, bahkan pelakunya, atau bisa juga dua-duanya. Saking dekatnya, bukan cuma manusia aja loh yang bisa jadi pelakor, setan juga bisa. Iya serius! Contoh setan pelakor yang kayak di film kedua yang diangkat dari Novel karya Risa Saraswati ini, Danur 2: Maddah. Dan Karena katanya ini kisah nyata, jadi para Istri harus lebih berhati-hati dengan suaminya, bisa jadi sang suami yang kelihatannya gak pernah dekat dengan wanita lain, malah digoda setan pelakor!
Jadi, kenapa ya ada setan pelakor? Oke baca terus review ini.
Kalo diingat, film pertama Danur, yang punya embel-embel I Can See Ghost itu bukanlah film horor yang patut diperhitungkan. Hanya saya dengan drama dibelakang layar dan strategi pemasaran yang tepat, film ini tembus jutaan penonton. Tentu saja, itu modal yang cukup menjanjikan untuk dibuat sekuelnya. Apalagi film horor buatan Anak bangsa tengah meningkat dari segi kualitas serta ambisi orang Indonesia untuk menonton horror.
Nah, berita bagusnya lagi sekual yang dibintangi Prilly Laticonsina dan Sophie Latjuba ini gak jelek-jelek amat, bahkan lebih bagus dari pendahulunya. Setannya lebih serem. Ceritanya dikembangkan dengan baik. Durasinya pun pas.
Berita buruknya film ini punya kelemahan. Berikut beberapa kekurangannya.
Oke, film ini lemah dibagian awal. Kayak film horor pada umumnya. Tidak membangun karakter dan cerita yang kuat sehingga penonton enggan peduli dengan apa yang akan disampai film itu selanjutnya. Untungnya, film ini mulai asyik dan menunjukan kepantasaanya menjelang pertengahan cerita. Jadi serem, bikin kita peduli dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Tidak ingin sebenernya membandingkan dengan film lain, tapi memang ada beberapa adegan dalam film ini yang kelihatannya mirip dengan pengabdi setan karya Joko Anwar yang booming tahun lalu. Semacam sudah pernah melihat keindahan sebelumnya, jadi berkurang Indah jika melihat kedua kalinya.
Satu lagi hal mengganggu dalam film ini. Sinematografinya. Ini kok kameranya sering banget ambil angel terbalik, miring, sorong kanan, sorong kiri. Apa maksudnya coba? Mengganggu Dan bikin pusing (kata temen).
Soal setan yang saya sebut pelakor itu, tidak saya bahas disini. Rasanya mengandung spoiler yang terlalu besar. Kalo memang penasaran, bisa tontonanny sendiri!

Three Billboards Outside Ebbing, Missouri: Kisah 3 Reklame Pembawa Onar

Artikel ini sebelumnya sudah saya posting di tz.ucweb.com/1_4O662

Jarang sekali orang mendengar kota Ebbing, Missouri sebelum film yang dinahkodai Martin McDonagh membawa pulang piala Golden Globes sebagai film drama terbaik tahun ini. Sampai sekarang pun saya belum tahu, apakah kota itu nyata atau hanya fiktif. Ketika saya mencoba mengetik namanya, yang muncul bukan lokasi melainkan hanyalah film tersebut.
Terlepas kota itu ada atau hanya fiktif, Three Billboards (saya singkat saja) berhasil membuat saya pribadi penasaran dengan kota itu. Bukan karena gambaran kota yang ditampilkan menawan, bukan juga karena sinematografinya, namun kisah tentang tiga reklame yang ada di kota itulah yang begitu membekas dalam pikiran.
Adegan film ini dimulai dengan cuplikan pemandangan dari kota Ebbing diiringi lagu seriosa menyedihkan, yang memberitahu penonton bahwa film ini cukup kelam dan depresi. Lalu muncul Mildred Hayes (Frances McDormand), seorang ibu yang sudah tujuh bulan kehilangan anak gadisnya. Anaknya tersebut diperkosa sampai meninggal dan sekian lama belum juga ditemukan pelakunya. Karena kesal, sang ibu berinisiatif membuat tulisan pada tiga reklame yang ia lihat di perbatasan kota Ebbing. Kebetulan Reklame tersebut sudah lama tak ada yang memasang iklan dikarena jalanan yang sepi.
Tidak ingin memuat banyak spoiler, pada akhirnya ide cerdas Reklame tersebut berhasil menarik banyak perhatian. Raped while dying (Diperkosa saat sekarat), And still no arrest (Belum ditahan), serta How come Chief Willoughby? (Kok bisa begitu, Chief Willoughby?) - begitulah isi tiga reklamenya. Berhasil diliput dalam berita tv, membuat polisi marah, dan meresahkan masyarakat. Ini hanyalah permulaan.
Cerita bergulir dengan banyaknya orang yang membenci Ibu yang kini hanya memiliki seorang anak laki-laki. Banyak mengecamnya, melapornya kepolisi, dan marah atas perbuatannya. Hal tersebut dipicu karena Chief Willoughby terkena kanker pankreas, dan umurnya tidak lama lagi.
Gangguan/ ancaman tak hanya dipikul orang Mildred seorang. Rekan kerja, anaknya, pemilik biro iklan, serta pemasang reklame pun tak luput dari ancaman dan cacian. Namun semua itu tak membuat Mildred getar sedikitpun. McDormand berhasil membawakan karakter Mildred Hayes tanpa cela sedikitpun. Menjadi wanita tegar dan tanggung yang dilihat banyak orang, padahal rapuh karena keretakan rumah tangga yang dialaminya.
Permis awal memang cukup sederhana. Namun tak disangka, sang sutradara melebarkan sayap terhadap masing-masing tokoh pendukung yang ada. Para tokoh pendukung itupun memerankan dengan sangat baik dan meyakinkan.
Pertama, Chief Willoughby. Sang kepala polisi yang dianggap bertanggung jawab atas tidak kelarnya kasus kematian putri Mildred. Terlihat sangar dari luar, namun iya merupakan sosok yang penuh cinta terhadap masyarakat terutama keluarganya. Ayah yang baik. Mildred menganggap Willoughby tak peduli terhadap kasus putrinya, bahkan setelah terpasang tiga reklame tadi. Namun sesungguhnya ia sangat peduli terhadap Mildred. Saat ia akhirnya meninggal, ia membayarkan sewa tiga reklame tersebut. Betapa ia sosok yang berhati besar.
Kedua, Dixion. Sang polisi kasar dan tukang pukul. Sifatnya itu akibat kehilangan ayahnya waktu ia kecil. Menyebabkan ia harus kuat hidup hanya dengan ibunya. Menjadi kehilangan arah. Ia merupakan tokoh pendukung yang mencuri perhatian. Awalnya kita akan membenci akan setiap tingkah kasarnya. Namun pada akhirnya, kita akan paham kalau dirinya hanya butuh tuntunan, butuh orang yang memberi tahu mana yang baik untuk dilakukan.
Lalu ada Red Welby. Sang pemilik biro iklan yang rendah hati. Sering menjadi sasaran kemarahan Dixion. Ada satu adegan dimana dirinya dilempar keluar jendela dan dipukul sampai babak belur oleh Dixion. Namun ada adegan pula dimana ia masih berbaik hati pada dixion yang sedang sekarat. Salah satu adegan menyentuh dalam film ini.
Konfilk antara masing-masing tokoh memiliki hubungan kuat dengan tiga Reklame sebagai benang merahnya. Konflik film ini termasuk rumit dan berhasil dikembangkan baik, dan diakhiri dengan memuaskan.
Film ini mengajarkan kita bagaimana harus berempati akan sesama. Bahwa semua manusia memiliki konfliknya masing-masing. Bukan hanya kita orang paling menderita di dunia ini.
Ending... walupun sudah berdurasi cukup panjang, namun kita masih ingin durasi yang lebih lagi. Karena film ini benar-benar menarik untuk diikuti.
Dan apakah pelaku pemerkosaan itu ditemukan? Kalo penasaran, saya sarankan untuk menonton filmnya.

Darkest Hour, Satu Lagi Film Dalam Universe Dunkirk

Artikel ini sebelumnya sudah saya posting di tz.ucweb.com/1_4JbgV
Masih ingat mahakarya Christopher Nolan tahun lalu? Semua tahu, Dunkirk jawabannya. Film yang bercerita tentang tragedi Dunkirk pada masa Perang Dunia II itu menjadi film perang paling unik yang pernah dibuat. Jarang sebuah cerita perang mengambil cerita dari tokoh kebanyakan (orang biasa yang hanya jadi latar di film lainnya, dalam hal ini tentara biasa). Tapi Nolan mampu membuatnya jadi sangat menakjubkan. Sebuah perang dalam harmoni; dengan alur, sinematografi, dan musik yang luar biasa. Dan tentu saja, dengan aktor yang enak dipandang mata, sebut saja Tom Hardy dan Harry Style.
Lalu apa keistimewaan Darkest Hour? Apa hubungannya dengan Dunkirk?
Sebelum bicara keistimewaan film karya Joe Wright, kita ulas dulu sedikit plotnya. Jadi film ini juga mengambil setting pada masa sekitar Perang Dunkirk. Sebenarnya banyak juga film yang mengambil latar dan cerita seputar tragedi ratusan tentara Inggris dan Perancis yang terkepung Nazi di perairan Dunkirk itu. Contohnya Imitation Game, The King's Speech, Opertaion Dunkirk, dan banyak lainnya. Walaupun dalam timeline sama, masing-masing film memiliki ruang dan penokohan yang berbeda. Misal Dunkirk karya Nolan, berlatar medan perang yang mencengkam; tentara yang sudah putus asa dan berharap diselamatkan.
Lain halnya, Darkest Hour berkutat pada Pemerintah Inggris dan bagaimana mereka mengeluarkan kebijakan saat perang Dunkirk terjadi. Cerita berpusat pada Perdana Menteri saat itu, Winston Churchill yang diperankan Gary Oldman. Beliau merupakan sosok paruh baya yang galak dan rada keras kepala di hadapan banyak orang (bawahannya), namun takut terhadap istri. Oldman berhasil dengan cemerlang memerankannya.
Mungkin sama halnya seperti saya waktu itu yang rada ragu ingin menonton film ini atau tidak. Secara, hampir semua jajaran pemainnya sudah lanjut usia. Bahkan sang tokoh utamanya pun sudah tua, buncit, rambutnya ubanan, dan terlihat rapuh. Namun semua itu akan terbantahkan. Salah satu alasan kenapa nekad menonton karena film tersebut masuk nominasi film terbaik Oscars, beserta Pemeran Utama Prianya. Kok bisa? Jadi, kita akan peduli pada si perdana menteri tua itu, bahkan sejak menit pertama dia muncul. Memang, bukan hal yang membuat bahagia melihat Oldman bisa jadi membawa pulang Oscars tahun ini, tapi dia benar-benar harus mendapatkannya atas perannya itu.
Nah, alasan lainnya mengapa nekad menonton, hanya karena ada Lily James. Sang Cinderella itu memainkan peran juru ketik prbadi sang perdana menteri. James sendiri lumayan mendapat dursi banyak. Walau hampir semua adegan emosionalnya bisa dihilangkan, namun tetap saja, semua yang berhubungan dengan James sangat perlu ada. Seolah ia mewakili semua rakyat Inggris yang ada. Harusnya masuk pemeran pembantu wanita terbaik tuh.
Darkest Hour bukan film yang berat-berat aman. Porsinya pas. Banyak adegan yang menyentuh dan mengharukan. Apalagi saat adegan dalam gerbong kereta. Luar biasa! Dan begitu pecah saat endingnya.
Oh iya, Darkest Hour dan Dunkirk memiliki narasi ending yang hampir sama. Apa yang ada dan dibaca dalam Dunkirk adalah pidato sang perdana menteri yang fenomenal itu.
Jadi, mana yang bakal menang film terbaik Oscars tahun ini? Dunkirk atau Darkest Hour?

Maze Runner: The Death Cure , Kisah Yang Belum Tuntas


Artikel ini sebelumnya sudah saya posting di tz.ucweb.com/1_4APD8
Ingin tahu cara mudah untuk mengetahui film itu bagus atau tidak? Salah satunya adalah menonton film dalam keadaan lapar dan jangan makan apapun sepanjang durasi. Jika kita sampai lupa sedang lapar, berarti film tersebut berhasil membuat kita menikmatinya. Dan apabila selama menonton kita terus terngiang akan isi perut yang kosong, berarti film tersebut tidak menarik. Mudah kan?
Oke, langsung saja masuk ke topik yang akan dibahas. Maze Runner: The Death Cure, merupakan pamungkas dari trilogi para pelari labirin. Seharusnya! Tapi kenyataannya dua sekuel film yang diangkat dari novel young-adult berlatar pasca-apokalips ini tidak lagi menceritakan pelari labirin. Dan dari pengamatan penulis, benang merah trilogi ini bukanlah sebuah labirin melainkan Zombie. Seriuosly? Bener serius. Walaupun tak ada keterangan bahwa para manusia yang terkena virus Flare (yang kemudian disebut Crank) lalu kehilangan kesadaran dan bernafsu memakan manusia lainnya - adalah zombie, tapi sebagaimana yang kita tahu, itu merupakan ciri-ciri zombie.
Sebagai penonton yang tidak membaca novelnya, franchise terakhir yang dibintangi Dylan O'Brien ini memupuskan harapan penonton yang ingin melihat adanya Labirin seperti yang diperlihatkan dalam poster diatas. Atau setidaknya misteri tentang labirin yang belum terpecahkan. Kenapa dalam film pertama dulu, para remaja dikurung dalam labirin? Kenapa bukan tembok raksasa, atau penjara, atau pulau terpencil sekalian? Kenapa harus pakai drama para penghuni labirin harus memecahkan misteri labirin untuk keluar, lalu diculik kembali di film kedua? Harusnya kalo hanya sekedar untuk alasan percobaan dan pengamatan, jujur lebih masuk akal ceita yang disuguhkan dalam trilogi Divergent.
Sebenarnya, film ini menghadirkan adegan-adegan intens sepanjang filmnya. Bikin tegang, dan sangat serius. Tapi karena hampir tidak diberi adegan santai, film ini cenderung membosankan. Ending yang penuh emosional pun tak cukup membantu. Boro-boro bikin terurai air mata, yang ada kita merasa "ngapain sih ini film dipanjang- panjangin, 2.5 jam loh!"
Dan sekali lagi, dalam durasi yang sepanjang itu, film ini tidak banyak menjawab dan cenderung memiliki akhir yang tidak tuntas. Gak jelas apa tujuan dari film ini. Mengobati para korban virus Flare kah? Menyelamatkan Min-ho (Ki Hong Lee) dan Teressa (Kaya Scodelario) kah? Atau kabur dari kejaran WCKD? Atau hanya sekedar mencari untung belaka. Hahaha. Semoga gak bikin sekuel lagi.
Kembali ke paragraf pertama, kenapa tadi di counter gak beli makanan?

Insidious: The Last Key, Tidak Berhasil Jadi Horor Yang Menyeramkan


Artikel ini sebelumnya sudah saya posting di tz.ucweb.com/1_3V1gE
Sudah dapat dipastikan, kebanyakan orang yang menonton sekuel Insidious chapter 4 hanya karena terlanjur jatuh cinta dengan dua chapter pertama dari franchise ini. Kita setuju bahwa chapter 3 berhasil membuat penggemar patah hati karena apa yang disajikan jauh dari ekspektasi. Dan, sayang sekali The Last Key masih belum bisa mengobatinya. Walaupun secara keseluruhan, chapter terbaru ini masih lebih mendingan ketimbang chapter sebelumnya.
Buat yang belum tahu, film yang skenarionya masih ditulis oleh Leigh Whannell ini merupakan prekuel yang mengambil setting diantara chapter keempat dan pertama. Meneruskan kisah Elise Rainier (Lin Shaye) bersama dua asistennya. Elise sendiri merupakam sosok cenayang yanh dulu tokoh sampingan dalam dua chapter pertama film ini. Pertanyaannya, mengapa kita harus peduli dengan sosok Elise? Mudah saya jawabnya. Gampangnya, pihak studio masih ingin meraup untung besar dengan bermodalkan budget yang sangat minim, jadi gak lucu kan kalo harus menjadikan dua asisten konyol Elise jadi tokoh utama.
Bisa dikatakan sosok makhluk yang ditampilkan cukup unik. Setan menyeramkan yang memiliki jari berbentuk kunci ini seharusnya menarik. Tapi apa hasilnya? Nihil. Kita dari pertama sudah ter-mindset bahwa harusnya sosok jahat ini harus lebih kuat ketimbang Elise. Tapi yang ada, tak ada rasa takut yang nampak dari Elise sendiri. Jadinya kita seolah tahu, pasti Elise bakal menang. Okelah, ini lebih tepat disebut film kiriminal mungkin daripada horor.
Biarpun banyak kritik mengatakan film ini tidak bagus, tetap saja tiket penanyangan perdana yang masuk slot midnight ini ludes terjual habis. Hal itu menjadikan film ini merajai jatah jam tanyang di Indonesia. Bahkan, ada bioskop yang rela seluruh studionya dalam seminggu hanya menayangkan film yang menjual nama James Wan. Apa yang terjadi dengan selera penonton sekarang?
Tentunya tidak semua bagian dalam film yang disutradarai Adam Robitel tidak bagus. Sebenarnya film ini dibuka dengan adegan Elise kecil yang menjanjikan. Lokasinya pun membawa atmosfer yang menyeramkan. Namun, bagitu bagian flashback ini berakhir, nampaknya film ini sudah mulai kelelahan di awal.
Film ini tidak terdapat credits scene. Jadi bebas buat ninggalin bioskop. Walaupun kita sudah ingin meninggalkan biokop sebelum film berakhir.

Call Me By Your Name, Film dengan Review Positif yang Tidak Tayang di Indonesia




Artikel ini sebelumnya sudah saya posting di tz.ucweb.com/1_2scbx
Sejak film pemenang Oscars tahun lalu, Moonlight tidak tayang di Indonesia, sudah dapat dipastikan Call Me By Your Name akan bernasib sama. Sangat disayangkan, film yang berhasil masuk nominasi Film Terbaik (Drama) dalam Golden Globes tahun ini tentu akan dicekal oleh lembaga sensor negara ini karena mengandung konten LGBT yang masih sangat tabu bagi kebanyakan orang.
Film yang diganjar 98% ulasan Positif oleh Rotten Tomatoes menyajikan cerita yang ringan namun begitu mendalam. Cinta pertama yang dialami oleh Ellio (TimothĂ©e Chalamet) kepada seorang turis bernama Oliver (Armie Hammer) yang tinggal di rumahnya karena urusan akademis, membuat hati kita berbunga-bunga. Romansa dan chemistry yang mereka tampilkan begitu memikat dan meyakinkan. Kita diajak menyelami keindahan dan kecanggungan akan benih cinta terlarang yang tumbuh pada mereka. Benar-benar diceritakan dengan tulus sehingga kita begitu takut akan bagaimana akhir cinta mereka di penghujung film nantinya.

Film yang diangkat dari novel karya André Aciman dengan judul yang sama itu ber-setting di Italia pada musim panas tahun 1983. Mata kita dimanjakan dengan tempat-tempat indah di negara tersebut seolah sedang bernostalgia. Suasana italia yang klasik: mobil jadul, kota yang menawan, pedesaan yang asri, yang sepeda onthel yang selalu dipakai tokohnya. Sepertinya, kita bakal pengen banget berkunjung kesana usai nonton ini Film.
Sufjan Stevens, musisi yang dikenal dengan musik folknya sangat berhasil membawakan lagu soundtrack maupun penata suara dalam film ini. Coba deh dengerin Mistery of Love, dijamin bakal langsung jatuh cinta sama lagunyaDan begitupun dengan dentingan piano yang dimainkan oleh Ellio, cacat yang menawan.

Menurut penulis pribadi, TimothĂ©e Chalamet layak mendapat Oscars untuk Aktor Terbaik tahun ini. Yap, ending film yang begitu membekas di hati takkan berhasil tanpanya, dan tentu saja Vision of Gideon-nya Sufjan ikut mendukungEnding film La La Land mah lewat!
Akhir kata, film ini harusnya ditonton oleh semua orang di muka bumi ini. Titik.

Review: Ayat Ayat Cinta 2, Sebuah Science Fiction





Artikel ini sebelumnya sudah saya posting di tz.ucweb.com/1_2D1Vi
Sebuah sekuel, tentu diharapkan lebih baik atau setidaknya setara dengan film sebelumnya. Namun justru sebaliknya. Banyak sekuel malah lebih buruk dari pendahulunya, bahkan jauh dari harapan penonton. Fakta itulah yang dialami film arahan Guntur Soehardjanto, Ayat-ayat Cinta 2.
Filmnya yang digadang-gadang sebagai The Greatest Love Story, justru menjadi The Strangest Love Story (baca: kisah cinta teraneh). Padahal banyak yang berharap lebih dari sekedar cerita ftv. Netizen menyalahkan penurunan kualitas sekuel ini karena tidak lagi diarahkan sutradara kondang Hanung Bramantyo, emm.. bisa jadi. Atau mungkin juga beberapa karakter dimainkan oleh aktor/aktris yang berbeda?

Ada beberapa hal kurang rasional dalam film yang pemeran utamanya, Fahri masih dibintangi Fedi Nuril. Pertama, karakter Fahri yang begitu digambarkan seperti Nabi, begitu kaya raya, dan juga dermawan. Menurut penulis, ini berlebihan di kehidupan nyata apalagi hidup di Inggris yang notabene biaya hidupnya gila-gilaan. Kedua, walaupun ber-setting di Inggris, hampir semua tokoh dalam film itu fasih berbahasa Indonesia: dari semua Mahasiswa Edinburgh, sampai pegawai toko. Tentu ini sangat menggangu. Toh, film ini sudah dilengkapi subtitle, jadi alangkah baiknya tidak memakai bahasa gado-gado tesebut. Ketiga sebelum hilang pun Aisha sudah bercadar, mengapa suami dan saudaranya sendiri tak bisa mengenalinya? Kenapa? Entahlah. Keempat, beberapa tokoh yang diceritakan sebagai orang asing, diperankan oleh aktor Indonesia. Ya mungkin mahal kalo bayar aktor luar, sudahlah!
Dan terakhir adalah kejanggalan terbesar yang dibuat film ini. Karena scene inilah kritikus membajiri review negatif. Mungkinkah ada transplantasi atau operasi plastik secanggih apa yang ditampilkan film tersebut? Penulis jadi penasaran, apa benar hal ini juga diceritakan dalam Novel karangan Habiburrahman El shirazy yang diadaptasi ke dalam film tersebut? Andai saja, ada yang memberi tahu kalo film ini adalah science fiction, mungkin sedikit dapat menerima. Tapi sayangnya, jelas-jelas film ini bergenre drama.

Sebenarnya masih banyak hal-hal janggal yang ada. Tapi penulis terlalu lelah untuk mendeskripsikannya. Untung saja, film ini tertolong berkat keindahan Edinburgh yang memanjakan mata sepanjang film. Juga, soundtrack yang cukup digarap dengan apik.
Plot film ini juga serba nanggu. Bikin nangis enggak, kocak enggak, menginspirasi enggak, datar banget pokoknya. Penulis sendiri mengharap konflik lebih dari Keira yang diperankan Chelsea Islan, dari hanya sekedar menepati janji: Nikahi Aku Fahri.
Jadi perlukah sebuah sekuel ini? Mungkin tidak.

Jumanji: Welcome To The Jungle, Sekuel Yang Melebihi Ekspektasi

Artikel ini sudah pernah saya posting di tz.ucweb.com/1_2usPh
Kayaknya sudah telat banget buat nulis review dari film ini. Tapi kayaknya emang film itu patut untuk direview. Jadi bagi yang masih ragu untuk menonton, saya mencoba meyakinkan lewat review berikut.
Bagi yang telah menonton Jumanji yang pertama, saya sarankan untuk tidak terlebih dahulu beranggapan bahwa film yang rilis sejak 20 Desember lalu merupakan sebuah kelanjutan. Walaupun film garapan Jake Kasdan (Sex Tape) merupakan sekuel, namun merupakan stand-alone, dalam arti berdiri sendiri tanpa ada sangkut pautnya dari film pertama. Film yang dibintangi Dwayne Johnson dkk ini digarap lebih kekinian, misalnya saja papan jumanji diganti dengan permainan Nintendo.
Film bergenre komedi ini berhasil membuat penonton berduyung-duyung ke bioskop. Menariknya, seperti dilansir liputan6.com film ini laris-manis di pasar Indonesia melebihi di Amerika sana. Bahkan, Dwayne Johnson sendiri dalam sebuah video berterimakasih kepada penonton Indonesia karena mendapat jumlah penonton paling besar dari negara ini.

"Dari jumlah penonton terbanyak di dunia, Indonesia. Terima kasih banyak untuk penonton di Indonesia," kata Dwayne Johnson dalam sebuah video.
"Indonesia sangat mencintai Jumanji, berada di posisi pertama. Di awal minggu penayangannya, Jumanji sudah masuk sebagai film Sony terbesar. Terima kasih untuk Indonesia. Aku mencintai kalian," Dwayne Johnson menambahkan.
Banyak faktor yang membuat film ini begitu dinikmati, terutama dari segi cerita. Faktor komedi jadi hal terpenting falam film ini. Dimana ada empat bersahabat yang masuk ke dimensi video game, dan keempatnya mendapat karakter yang jauh berbeda dari kehidupan nyata mereka. Si culun yang berubah jadi pria kekar yang jagoan, si cewe kuper jadi cewe ceksi yang menggoda, si olahragawan yang kesal karena medapat karakter pria lamban, dan cewe sosialita yang shock karena berubah jadi sosok pria buncit. Kecanggungan mereka beradaptasi dengan karakternya menjadi daya tarik yang kuat.

Jack Black sendiri jadi pemain yang paling mengundang banyak tawa. Bagaimana kelucuan dirinya yang berjiwa perempuan harus melihat Mr. P untuk pertama kalinya. Joke saat dirinya belajar buang air kencing membuat seisi bioskop tergelak tawa.
Jadi, gak akan nyesel jika kita menonton film ini. Dan sama sekali tak perlu khawatir karena tidak menonton film pertama. Sungguh ini melebihi ekspektasi.

Review Film "The Greatest Showman" - Sebuah Musikal Memukau


Masih ingat film besutan Christopher Nolan yang berjudul The Prestige? Kalo dalam film tersebut Hugh Jackman berperan menjadi Pesulap yang murung dan ambisius, dalam film The Greatest Showman Jackman berperan lebih ceria dan berwarna sebagai pemain sirkus ambisius. Dalam film ini kita dapat melihat bintang Logan menyanyi, menari, bahkan menaiki gajah!


Dibuka dengan pertunjukan sirkus yang epik, tentunya menjadi daya tarik tersendiri. Adegan pembuka tersebut terbilang lebih menarik ketimbang dalam live-action Beauty and The Beast, namun masih dibawah La La Land (yang di jalan layang itu loh!). Ngomong-ngomong penulis lirik dalam tiap lagu dalam film yang juga dibintangi Zac Efron dan Zendaya merupakan orang yang sama dalam La La Land. Tapi entah kenapa, walaupun musik dan lagu dalam film ini terbilang epik, namun begitu saja terlupakan setelah keluar biokop. Beda dengan City of Stars, Auditon, dsb.


Tapi tenang, film ini menawarkan banyak atraksi sirkus yang menawan dan tidak akan membuat bosan. Kita juga disuguhi drama keluarga yang mengharukan, seperti untuk siapa kesuksesan kita: keluarga atau pengakuan publik? Dan bagian paling penulis rasa terbaik adalah saat Zac Efron dan Zendaya menyanyi membawakan lagu Rewrite The Stas dan menari bergelantungan di tali sirkus, sumpah bangus banget!!

Anyway, film ini wajib ditonton bahkan untuk yang tidak suka drama musikal sekalipun. Kalo ada yang bertanya bagusan mana dengan La La Land, tau sendiri lah jawabannya.

Cerpen: Yang Tak Terjawab


(Karya: Ma'arif Suryadi)

Bukan sebuah kebetulan aku dan beberapa orang mengelilingi meja panjang di cafĂ© ini. Kami bersembilan adalah mahasiswa semester pertama yang bergabung dalam  anggota baru klub pecinta sastra. Dan ada satu pemandu senior kami di salah satu ujung meja. Malam ini adalah pertemuan kami yang ketiga. Sesuai yang aku ingat, pertemuan kali ini akan membahas tentang seseorang yang selalu kami  teladani, entah itu pahlawan, tokoh inspirasi, keluarga, artis, atau siapapun.

Sang pemandu menjelaskan pada kami. Nantinya kami akan di panggil satu-satu untuk berdiri membacakan atau menceritakan tokoh yang telah kami persiapkan sebelumnya. Dan sialnya, aku belum mempersiapkan apa-apa. Ditertawakan? Aku sudah mengira, dan aku sudah sering ditertawakan. Mungkin akulah satu di antara sembilan dari kami, yang tak dianggap keberadaannya. Tapi itu tak masalah, aku lebih memilih diam dan mendengarkan cerita atau apapun yang telah dan akan diceritakan. Dan aku berfikir, kenapa aku harus bertanya jika dengan diam saja aku bisa tau banyak hal?

Satu jam berlalu, satu persatu dari kami membacakan tokoh kebanggan kami masing-masing. Semua tokoh yang mereka sampaikan terdengar menarik. Mulai dari Thomas Alfa Edison, R.A. Kartini, Ir. Soekarno, Einstein, John F. Kennedy. Dan dua tokoh yang disampaikan setelahnya adalah yang membuat ruangan menjadi terasa  panas. Dua orang bernama Rifa’I dan Carlos yang terlihat tidak bersahabat mengunggulkan tokohnya masing-masing. Rifa’I dengan Nabi Muhammad dan Carlos dengan Yesus Kristus.

Bukan hanya terasa panas, kedua orang itu membuat suasana mencengkam. Mereka seolah menjadikan dirinyalah yang paling benar dan yang lain salah. Memang tokoh yang Rifa’I dan Carlos adalah dua tokoh yang sangat besar. Namun entah kenapa aku merasa mereka berdua tidak tulus menyampaikan. Mereka hanya ingin memperlihatkan kebesaran tokohnya masing-masing. Dan menurutku itu salah. Entahlah, aku memang tidak tahu. Tapi aku sangat tahu tentang sebuah ketulusan.

Sampailah pada orang kedelapan yang menyampaikan tokohnya. Seorang gadis cantik yang sejak pertama bertemu selalu aku perhatikan.

“Begitulah J.K Rowling. Seorang penulis pertama di dunia yang menjadi milyader atas keahlian menulisnya. Walaupun banyak kritusku yang menilai negatif atas karya Novel Harry Potternya karena dianggap karya sastra yang tidak mempedulikan keindahan kalimat, namun bagiku dialah pahlawanku. Aku banyak belajar darinya. Dan menurutku, imajinasi adalah segala-galanya. Apa ada pertanyaan?”

Masing-masing dari kami saling menatap, tidak ada yang kelihatannya ingin bertanya.

Saatnya giliranku. Akulah orang terakhir yang akan membacakan tokohku. Aku berdiri dari dudukkku dengan ragu-ragu. Entah kenapa, semua orang menatapku layaknya aku orang yang begitu bodoh.

“Tokohku,” aku memulainya,”Namanya Nobby,”

Semuanya menatapku dengan aneh, dan beberapa menertawakanku. Namun aku tak peduli, aku terus meneruskannya.

“Dia adalah seorang anak laki-laki yang tidak diketahui darimana ia berasal. Kira-kira saat ia berumur 4 tahun, ia ditemukan oleh Pamanku, Rama. Dia seorang kondektur Bus Trans Jakarta. Di sebuah Mall ibukota, dari sanalah semua cerita berasal…”



14 tahun yang lalu di sebuah Mall yang sangat ramai. Seorang anak laki-laki yang kira-kira berumur  4 tahun terlihat kebingugan. Iya tadinya pergi bersama pengasuhnya, namun ia tak ingat bagaimana ia bisa terpisah dari pengasuhnya tersebut. Ia telah berkeliling ke seluruh Mall, namun ia tak menemukan pengasuhnya. Kemudiania berfikir, mungkin pengasuhnya ada di luar gedung.

Ia keluar dari Mall tersebut. Satu yang menarik, ia memeluk boneka Doraemon yang terlihat masih baru. Ia pun menyusuri jalanan, berharap ia menemukan orang yang ia cari. Satu jama, dua jam, tiga jam telah berlalu. Kini hari telah senja,  ia telah jauh dari Mall. Ia merasa lapar, karena itu ia menghampiri seorang pemuda yang tengah duduk di Halte Bus. Pemuda itu sedang membuka bungkus roti.

Anak itu duduk tepat disamping sang Pemuda. Ia mengira, seorang pemuda pasti akan kasihan padanya.

“Hai nak, kamu lagi ngapain disini?” Tanya pemuda itu yang sejak tadi merasa terus dipandangi aoleh anak disebelahnya.

Sang anak menggelengkan kepalanya pelan.

“Mama papa kamu dimana?”

Sang anak kembali menggeleng. Itu membuat sang pemuda bingung.

Sang pemuda melihati anak itu dari pakaian yang dikenakan, jam tangan kecil, dan sebuah boneka baru. Ia pikir, anak itu berasal dari keluarga kaya.

“Kamu mau roti?” sang pemuda menawarkan pada sang anak.

Anak itu mengangguk. Dan langsung mengambil roti itu. Ia memakannya dengan lahap.

“Kamu tersesat ya?” Tanya sang pemuda yang kini mengira anak disampingnya tak bia bicara. Sang pemuda semakin iba pada anak itu.

Anak itu mengangguk.

“Nama kamu siapa?”

Anak itu menggeleng.

Sang pemuda memutar otaknya, mencari akal bagaimana sang anak dapat mengatakan namanya. Ia sempat berfikir untuk memberinya kertas san pulpen, namun tak mungkin anak sekecil dia bisa menulis.

“Pak  Billy…” sang pemuda memanggil seorang penjaga halte.

“Hei Pak Rama, tumben jam segini belum pulang” sapa Billy dengan ramah. Ia menghampiri Rama,”Keponakan?”

“Bukan! Tadi dia kesini. Kayaknya dia hilang atau tersesat. Boleh saya minta bantuan untuk menjaga anak ini?”

Billy tampak bingung, ia seperti sedang menimbang-nimbang sesuatu.

“Begini pak, lebih baik Bapak antarkan ia ke kantor polisi. Dia akan aman disina.” Saran Billy.

“Anak sekecil ini ditinggal di kantor polisi? Aku tak yakin mereka akan merawatnya,” Rama khawatir.

“Atau anda bisa bawa dia ke panti asuhan. Dan anda bisa melapor ke kantor polisi. Dia akan dirawat disana, sampai ia ditemukan oleh orang tuanya. Dan saya bisa membantu,”

Rama tidak setuju dengan semua saran dari Billy. Ia merasa tak tega dengan anak itu.

“Mungkin lebih baik dia tinggal bersama saya, dan saya akan bantu ia menemukan kedua orang tuanya,”

“Itu hal yang mulai,” tukas Billy senang.

Sang anak mendengarnya, ia tampak senang.

“Kau akan tinggal bersama… panggil aku Om Rama. Kamu akan baik-baik saya nantinya,”

Rama akhirnya mengajak anak itu ke rumahnya. Rumahnya tak begitu jauh dari halte tersebut. Rama hanya butuh waktu lima belas menit dengan berjalan kaki untuk sampai di rumah.

“Kamarnya hanya satu. Dan Om tinggal sendirian disini. Jadi kamu tidur bareng Om. Apa kamu mau?”

Sang anak kembali menganggung. Kemudian, ia mengikuti Rama masuk ke kamar. Ia langsung berbaring di kasur.

“Kamu cape ya?” Rama menghampiri anak itu. Ia pun ikut berbaring, lalu memeluk anak yang tampak sangat ketakutan itu.

“Kamu suka Doraemon ya?”

Anak itu itu mengangguk.

“Kalu Om namain Nobby mau enggak?”

Anak itu kembali mengangguk. Ada sedikit senyum dari wajahnya. Sekarang, anak itu bernama Nobby.

Keesokan harinya, Rama kembali membawa Nobby ke Halte Bus. Ia menawarkan Nobby pada orang-orang kepercayaannya  disekitar Halte untuk diasuh sementara. Penjual kopi panas, pedangang Buku dekat Halte, dan pegawai toko bunga. Namun semuanya menolak, dan mereka semua menyarankan agar Nobby di bawa ke kantor polisi.

“Sepertinya ia sangat suka digendong,” Billy sang penjaga Halte menghampiri Rama.

“Nama Nobby, aku beri nama dia dari boneka Doraemon yang kemarin ia bawa,”

“Nama yang lucu,”puji Billy,”Apa kamu sudah bawa dia ke kantor polisi?”

“Aku akan berangkat kesana sekarang,”

Setelah itu Rama membawa Nobby ke kantor polisi. Rama agak sedikit lega, karena kasus Nobby akan segera di proses. Namun ada yang mengganjal dihatinya, ia rasa Nobby tidak senang ia dilaporkan ke polisi. Sungguh aneh.

Hari berikutnya Rama memasang selebaran tentang orang hilang di beberapa tempat yang ramai. Dalam selebaran tersebut ada foto Rama lengkap dengan ciri-ciri saat ia pertama kali ia temukan. Ia berharap mudah-mudahan cara itu berhasil.

Hari berganti, dan kini sudah satu minggu Rama menjaga Nobby. Selama itu tak ada kemajuan dari usahanya menemukan orang tua Nobby. Dan sampai saat ini pun, Nobby sama sekali belum berbicara. Selama itu juga, Nobby kecil harus Rama mandikan, harus ia suap jika makan, harus ia rangkul jika tidur. Dan Nobby terlihat senang ketika Rama membacakan dongen sebelum Nobby tidur.

Waktu senja setelah delapan hari Nobby bersamanaya, Rama pulang dari kantor. Nobby telah menungguinya di pagar rumahnya. Itu yang dilakuakan Nobby dua hari belakangan ini.

“Hari ini Om enggak beli Burger, om beliin Kentucky. Nih!” Rama menawari Nobby yang tengah menonton tv.

“Aku nggak suka kentaki,” jawab Nobby. Rama kaget mendengarnya. Selama ini Nobby tidak pernah bicara, dan bahkan Rama telah mengira Nobby bisu.

“Jadi kamu bisa bicara?” seru Rama.

Nobby mengangguk, ia tampak ketakutan.

“Jelasin ke On kenapa kamu melakuan ini. JELASIN!” bentak Rama.

Nobby kini menangis.

“Nobby nggak mau pulang. Nobby takut pulang ke rumah. Ayah sama bunda di luar negeri. Nobby tinggal sama pengasuh, dia jahat sama Nobby. Nobby takut…”

Perkataan Nobby terpotong oleh suara dering ponsel milik Rama.

“Hallo, benar ini dengan Pak Rama?”

“Iya ini darimana ya?”

“Ini dari kantor kepolisian. Kami ingin menyampaikan soal laporan bapak tentang anak hilang itu. Pihak kami ingin bapak  untuk datang ke kantor besok,”

“Untuk apa ya pak?”

“Untuk penelusuran lebih lanjut tentang anak itu,”

Rama memandang Nobby yang kini sedang menangis ketakutan.

“Terima kasih pak, tapi anak itu kemarin kabur saat saya pergi bekerja. Jadi saya cabut laporan saya.”

Tidak lama, Rama berhasil meyakinkan polisi kalau Nobby sudah tidak bersamanya. Dengan itu, urusan Nobby tidak akan ditelusuri lagi. Ia sudah memutuskan, Nobby akan tinggal bersama dengannya untuk selamanya.

“Nobby sudah jangan nangis, Om tau perasaan kamu. Apa kamu mau tinggal sama Om untuk seterusnya?”

Nobby mengangguk.

Rama memeluk Nobby erat-erat,”Sekarang dan seterusnya nama kamu Nobby, kamu nggak perlu nyebutin nama kamu yang asli. Om janji akan rawat Nobby dangan baik,”

Sejak saat itu Nobby jadi ceria, ia tak lagi merenung. Ia kini hidup layaknya anak kecil seusianya. Dan hidup Rama tak lagi sepi seperti dulu. Ia kini menghabiskan waktu sehabis petangnya bersama Nobby. Makan bersama, nonton tv bersama, dan tidur bersama. Nobby sudah sudah seperti anaknya sendiri, dan Rama sangat sayang padanya.

Saat hari-hari libur, Rama mengajari Nobby main sepak bola. Kadang ia mengajaknya liburan ke suatu tempat bermain. Kadang pula berkeliling kota sekitar komplek. Dan semua orang kini sudah mengenal Nobby sebagai keponakan Rama.

Di suatu hari ketika sudah tiga Bulan Nobby tinggal bersama Rama…

Nobby mengantar Rama yang akan bekerja sampai pagar rumah.

“Nobby pengen ikut..” pinta Nobby.

“Om itu kondektur Bus, nggak mungkin kamu ikut paman naik Bus,” tolak Rama secara halus.

“Tapi Nobby pengen anter Om sampe Halte. Nobby bisa kok pulang sendiri.”

“Emmm oke, tapi kejar om sampe halte!”

Rama pun berlari kencang menyusuri jalan.

“Om tungguin Nobby!” serunya terengah-engah kelelahan.

“Ayo sini… hahaha…”

Itu adalah suara tawa Rama paling keras seumur hidupnya. Ia begitu bahagia memiliki seorang Nobby. Yah! Sangat bahagia.

Sore harinya Nobby menunggu kepulangan Rama di halte Bus. Rama kaget melihat Nobby.

“Nobby… kamu seharian disini?”

“Dia baru lima menit menunggu…” Billy sang penjaga halte menjawab.

Nobby langsung merangkul Rama.

“Dia anak yang manja,” ucap Rama pada Billy.

“Lebih baik seperti itu, dia kelihatan baik.”

Rama senang mendengarnya.

“Ayo kita pulang, kita akan bermain-main di jalan nantinya,”

Rama menggendong Nobby di pundaknya. Ia berjalan meninggalkan halte ke rumahnya. Beberapa orang menyapanya, seperti penjual kopi panas, pedagang buku, dan pegawai toko bunga. Mereka semua tampak senang melihat tingkah laku Rama dan Nobby.

Peristiwa itu berulang. Nobby mengantar rama bekerja sampai halte, dan ia menunggui Rama sampai pulang di tempat yang sama. Semakin lama orang-orang di sekitar halte semakin ramah dengan Nobby. Kadang Nobby mendapat es krim gratis dari seseorang, kadang coklat, es campur, dan bahkan uang untuk jajan. Dia menjadi anak yang banyak disukai orang karena kepolosannya.

Suatu malam, setelah lebih dari satu tahun Nobby tinggal bersama Rama…

Seperti malam-malam sebelumnya, Rama selalu merangkul Nobby ketika tidur setelah membacakan dongeng.

“Om, lampu ajaib punya Aladdin itu ada beneran enggak sih?”

“Yang enggak lah Nak, itu kan cuma dongeng,”

“Lampu ajaib itu mirip ya sama Kantong ajaib punya doraemon?”

“Udah ya tidur. Besok malam paman bacain lagi kisah saribu satu malam-nya, Ali Baba juga sama kerennya kaya Aladdin,”

“Wah Nobby udah enggak sabar…”

“Makanya sekarang tidur dulu..”

“Makasih ya Om masih sayang sama Nobby. Nobby seneng deh!”

“Kok ngomongnya gitu, sampai kapanpun Om bakal sayang sama Nobby…”

Tidak sampai kapanpun…

Paginya Nobby mengantar Rama sampai halte seperti biasa.

“Hari ini jangan kerja ya Om..,”

“Kenapa, kamu enggak sakit kan? Kamu baik-baik aja kan?”

“Tapi om…”

“Kalo om enggak kerja, besok Nobby makan apa?”

Nobby seperti ingin menangis, ia memeluk Rama erat-erat. Lebih lama dari biasanya.

Dan Rama pun berangkat. Setelah itu Nobby pulang ke Rumah. Dan sore harinya ia kembali menunggu Rama di halte.

Adzan maghrib telah berkumandang, namun Rama tak kunjung turun dari Bus. Nobby masih menunggu dengan sabar. Satu jam berlalu, dan adzan isya tlah berlalu. Rama masih belum muncul dari Bus.

“Nobby…” seorang penjual kopi panas yang setiap hari menyapa Nobby mendekat.

Sang penjual kopi itu terlihat sedih.

“Ada apa Om?” tanya Nobby.

“Kamu sudah tidak perlu menunggu Om Rama lagi. Dia sudah pergi ke tempat yang tidak bisa Nobby temukan. Dia sudah tidak akan lagi pulang ke rumah. Jadi sekarang Nobby pulang. Besok Om carikan Nobby tempat yang baru,”

“Memangnya Om Rama kenama, Om?” Nobby mulai ketakutan.

“Dia kecelakan. Bus yang ia tumpangi terbakar di jalan. Dia juga ikut terbakar….”

“ENGGAK MUNGKIN, Om Rama enggak mungkin ninggalin Nobby. Dia sudah janji bakal sama Nobby buat seterusnya,” teriak Nobby. Ia mulai menangis.

Nobby lari sekencang-kencangnya. Ia pulang ke rumah.

“Om Rama… Om Rama…” ia memanggil-manggil Rama dalam rumah. Namun tak ada jawaban.

Ternyata hari itu adalah hari terkahir Nobby melihat Rama. Ia meninggalkan rumah itu pagi harinya. Ia duduk seharian di halte. Penjaga Halte yang iba padanya memutuskan untuk menaruh Nobby ke panti asuhan.

Namun tanpa di duga, setiap sore Nobby mengunjungi Halte. Duduk di tempat seperti biasa ia menunggu Rama pulang. Satu tahun, dua tahun pun berlalu. Nobby tetap mengunjungi halte setiap sorenya. Ia selalu berharap, Om Rama akan keluar dari bus dan memeluknya kembali.

Tiga tahun berlalu, seorang reporter meliput Nobby. Sang Reporter menamai artikelnya: Seorang Anak Menunggu Pamannya Yang Telah Tiada. Mulai saat itu banyak sekali orang yang iba padanya. Dan beberapa minggu kemudian, sepasang suami istri mengunjungi Nobby. Mereka adalah kedua orang tua Nobby.



“Aku tak ingat betul bagaimana wajah Pamanku yang aku panggil Om Rama. Yah akulah Nobby itu yang tak pernah menyebut nama asliku pada sang Paman,”

Beberapa orang melihat padaku dengan serius. Mata mereka semua terlihat berkaca-kaca. Itu adalah pandangan mereka padaku yang lain dari sebelumnya, lain dari sebelum aku menceritakan kisahku waktu kecil.

“Namaku Surya, untuk kalian yang belum tau namaku, dan aku akan selalu menjadikan Nobby kecil sebagai Tokoh inspirasiku. Darinya aku tahu arti sebuah kebahagian yang sejati. Kebahagian bukanlah seberapa banyak keinginan kita yang tercapai, tapi kebahagiaan adalah saat kita merasakan kasih sayang yang sesungguhnya. Nobby kecil mengajarkanku arti sebuah ketulusan, kesetiaan, dan penantian. Sebuah semangat hidup yang tak bisa direkam oleh alat secanggih apapun. Emmmm… dan apakah ada yang ingin bertanya?”

Dan serentak semua orang dalam klub itu mengangkat tangannya, begitu juga sang pemandu. Itu membuat aku bahagia.

“Maaf, kalian bisa turunkan tangan kalian. Aku tak mungkin menjawab satu-persatu dari pertanyaan kalain. Tapi ketahuilah, bahwa semua pertanyaan belum tentu ada jawabannya. Tapi bolehkan aku menanggapi sedikit dari apa yang kalian semua ceritakan tadi,”

Dan serentak semuanya menganggukan kepala.

“Untuk Rifa’I dan Carlos, maaf jika aku lancang. Kita semua disini menyadari bahwa tidak satu hal pun yang lebih peting dari semuanya kecuali Tuhan. Aku sering mencoba memahami Tuhan, aku cari tahu, namun aku tidak berhasil. Aku mencoba bertanya tentang Tuhan, tapi aku tak menemukan jawabannya. Hingga aku ingat Nobby kecil, dan sat itulah aku menyadari… Dalam wajah orang-orang yang menyayangiku, aku melihat kasih-Nya. Dan dalam hari-hari yang aku jalani, aku menemukan Anugerah-Nya. Melalui orang yang paling dekat denganku, aku menemukan kesetiaannya. Dan sebuah kesetian yang tak ada habisnya sampai selama-lamanya…”

Dan sesaat kemudian, semua tepuk tangan dipersembahkan untukku.

Nobby kecil, sampai kapanpun engkau akan selalu jadi pahlawanku.

***

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © DreaMedia : Bingkai Harapan -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -