"Jangan pernah melihat orang karena masa lalunya. Setiap orang punya kesempatan untuk berubah dan punya alasan mengapa merubah dirinya" - Ma'arif Suryadi

(Cerpen ini pernah dimuat dalam MediaObsesi.com | 27 Mei 2013)


Baru saja hujan berhenti mengguyur kota bandung ini. Langit masih tampak mendung, tiada bulan, tiada bintang, dan tak ada sedikitpun cahaya yang tampak. Aku merasa alam turut berpihak kepada diriku yang tengah kesepian. Tak ada satupun kendaraan yang melintas sedangkan kaki kecilku terus menapaki jalan sunyi ini. Malam ini sungguh hening, tak seperti biasanya yang begitu riuh dg kendaraan yang lalu lalang dan orang-orang yang menikmati suasana malam kota bandung.

Bekas air hujan masih membasahi jalan, lampu tiang, dan taman kota ini. Jalan ini seolah ikut bercahaya karena bekas air yang memantulkan sinar lampu warna-warni di tepi jalan. Semua itu menambah keindahan malam di jalan kota ini dan membuat aku betah untuk berlama-lama berjalan dan terus berjalan.

Mungkin setiap yang aku jumpai di sekitar jalan ingin bertanya, sedang apa seorang gadis seperti aku berjalan sendiri di tengah malam ini? Mungkin ada saja yang mengira aku seorang kupu-kupu malam. Tapi aku bukan seperti itu, aku hanya menikmati kesendirianku, kesepianku, dan kesedihanku. Kota bandung yang selalu dikaitkan dengan kota paris yang terkenal dengan keromantisannya itu telah membuatku benar-benar di dalam kekacauan, kekacauan yang tiada tara.

Aku hidup sendiri tanpa siapapun. Mungkin itu bukan nasibku namun itu adalah pilihanku. Sejak aku memutuskan untuk meninggalkan semua yang aku punya, hidupku semakin kacau. Belum lagi aku harus membiayai sendiri kuliahku. Bukan karena orang tuaku tak mampu, namun karena aku ingin menjauh dari orang tuaku yang selalu sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

Malam semakin larut, dan langkah kecilku telah begitu lelah untuk menyusuri lebih jauh jalan ini.

Aku pun memutuaskan untuk duduk sebentar di bangku panjang depan toko bunga yang ingin tutup karena sudah larut malam. Aku mengambil ponsel dari tasku. Lalu aku tersenyum sendiri melihat gambar latar belakang ponselku, gambar itu adalah foto mantan kekasihku waktu SMA. Walau dia telah begitu menyakiti hatiku, namun tak pernah aku sesali itu. Mungkin cintalah alasan mengapa aku tak pernah bisa untuk membencinya.

“Hey...”

Tiba-tiba ada suara laki-laki yang menyapaku. Aku menoleh kepadanya, sekejab aku langsung tertegun melihat wajahnya. Mataku terpaku, badanku gemetar, dan lidahku tak kuasa mengucap satu kata pun.mana kau

“Flora...” Sapa seorang laki-laki yang menggenggam mawar merah di tangan kanannya. Wajahnya mengingatkanku pada kisah indan di masa lalu. Kisah yang takkan pernah hilang sedikitpun dalam setiap helaan nafasku.

Aku bangun dari dudukku. Sedangkan laki-laki itu perlahan mendekatiku dan akhirnya tepat berdiri di hadapanku. Aku tak tahu harus berbuat apa, tanpa berfikir panjang, kedua tanganku mendorong tubuh laki-laki itu sampai jatuh ke lantai dan aku pun lari menjauh secepat yang aku bisa. Namun entah kenapa tiba-tiba hujan deras mengguyur tubuhku. Aku tak peduli, aku terus saja berlari. Dingin, lelah, sedih, dan sakit kini memporak-porandakan jiwaku. Sampai titik dimana aku tak mampu lagi untuk terus berlari.

***

Aku berusaha membuka mataku namun begitu berat. Samar-samar terlihat sebuah ruangan putih yang tak aku kenali. Lama-kelamaan semakin jelas dan aku baru tersadar, ini adalah siang hari. Lalu apa yang terjadi dengan aku tadi malam?

“Selamat siang flora, akhirnya kamu bangun juga.” Kata seorang laki-laki yang membawakan makanan untukku. “tadi malam aku mengejarmu dan aku menemukanmu tergeletak di pinggir jalan.”

“Ardy...?” Tanyaku memperjelas apa yang aku lihat.

“Ternyata kamu masih ingat aku juga?” Gumamnya seolah tanpa dosa sedikitpun.

“Kamu... kenapa kamu mengejar aku? Tanyaku dengan ketus. Aku tidak terima ketika dia bilang bahwa aku masih mengingatnya. Seolah aku menganggap dia telah hilang dari pikiranku.

“Karena... ya karena hujan, aku takut kamu kenapa-kenapa. Oh iya tenang saja, yang mengganti pakaianmu pembantuku. Itu baju kakakku yang sekarang tinggal dengan suaminya.
Aku mencoba bangun dan duduk. Kemudian aku melepas selimut dari badanku.

“Tidur dulu, kamu belum sehat.” Perintah ardy padaku.

“Aku mohon padamu, aku mau pulang.”

“Kau tak suka aku disini? Aku pergi dari kamar ini dan kamu istirahat dulu ya...” Rayu ardy dengan begitu hati-hati.

“Aku minta baik-baik atau keluar dengan paksa.” Ancamku dengan nada tinggi tanda aku mulai marah.

“Oke, kamu pulang tapi kamu maan dulu ya. Dari tadi malam kamu belum makan nati kamu malah tambah sakit.”

Aku bener-bener tak betah lagi berlama-lama disini. Aku berdiri turun dari tempat tidur da langsung melangkahkan kakiku keluar. Ardy mengikutiku.

“Tunggu ra, aku antar.”

“Enggak usah, aku bukan anak kecil, aku bisa sendiri.” Aku terus berjalan semakin cepat dan akhirnya sampai di halaman depan rumah.

Seketika itu taksi lewat, “taksi...taksi....”

Taksi itu berhenti didepanku, lalu akupun masuk

“Hati-hati flora” Teriak ardy dari teras. Aku menoleh sebentar, lalu aku memberi wajah benciku padanya.

***

Malam ini aku putuskan untuk tidak keluar rumah. Hatiku sedang kacau, rasa benci sedang mengusik diriku. Mungkin aku yang bodoh, tak bisa membedakan mana yang benci dan mana yang cinta, mana yang marah dan mana yang senang, mana yang sakit dan mana yang terobati.

Sejak hatiku dilukai aku tak lagi mengharap untuk kembali bertemu dengan ardy. Seorang kekasih SMA yang telah lama menggantungkan cintaku. Kemana saja dia selama ini? Setiap malam aku menunggu kehadirannya, setiap bangun tidur aku menangis memikirkannya, dan sampai air mataku tak mau lagi untuk menangisinya. Sakiiiit sekali rasanya.

Lalu setelah lama dia datang, menolongku yang sedang tak berdaya, apa itu sudah cukup? Tidak. Itu semua tidak cukup untuk membayar semua kesalahannya dan sakitnya luka yang aku alami.

Masih teringat dibenakku saat terakhir aku bertemu dengannya. Saat itu kita selesai menghadiri acara pepisahan sekolah. Ardy mengajakku ke tepi danau. Aku senang sekali, tak dapat dijabarkan dengan kata-kata betapa aku merasa sebagai orang paling bahagia di dunia ini. Namun, kebahagiaan itu tak bertahan lama ketika ardy mengatakan bahwa ia ingin melanjutkan kuliahnya di Australia, sedangkan aku sudah diterima kuliah di Bandung. Kecewa sekali rasanya hatiku. saat itu dia berjanji bahwa enam bulan setelah itu ia akan menemuiku dan dia juga berjanji akan terus menghubungiku setiap saat.

Malam ketika setelah kepergiannya aku menunggu dia meneleponku. Malam itu mungkin dia belum sempat menghubungiku. Aku pun menunggu malam berikutnya sampai malam kelima dan malam-malam seterusnya ia tak kunjung menghubungiku. Akhirnya sampai pada enam bulan dia tidak menghubungiku sama sekali. Namun aku masi ingat kalau enam bulan sejak kepergiaannya dia aka datang kepadaku, aku menunggu siang malam sampai 1 tahun aku tetap setia menunggunya untuk menghubungiku dan memberi kabar kepadaku. 2 tahun, 3 tahun dan 4 tahun sampai saat ini aku hampir lulus dari kuliahku dia tak kunjung menghubungiku.

Aku menunggu dengan hati penuh harap. Tak pernah sedikitpun aku lelah untuk menunggu. Tak pernah aku berputus asa untuk menunggu kehadirannya. Aku percaya bahwa cinta dapat merubah segalanya jika aku bersabar menantinya. Namun entah mengapa aku kesal ketika dia hadir disaat malam-malam terakhirku di kota Bandung ini. Sungguh, kehadirannya telah mengeraskan hatiku. Kali ini aku benar-benar tak bisa memaafkannya sedikitpun. Dirinya yang sempat menghilang kini kembali hadir butuh hati yang lebih besar dari sebelumnya. Mungkin waktu yang akan kembali menghapus rasa ini.

***

“Mona...” Sapaku pada gadis yang sedang duduk sendirian di kursi kantin.

“Eh flora, kemana aja dari kemaren?”

“Sibuk nyelesein skripsi.”

“Apa ounyamu sudah selesai?”

“Udah dong.” Jawabnya dengan gak centil, “kamu pesen makanan enggak?”

“Enggak. Malas makan. Hahaha.”

“Kenapa? Lagi patah hati yaaa?” Canda mona.

“Yeee enak aja. Enggak lah!”

“Eh flora. Banyak loh cowok yanh naksir sama kamu. Kamunya aja terlalu menutup diri.”

“Iya” Jawabku dengan nada rendah.

“Eh kok kamu jadi sedih kaya gitu sich?”

Aku menggeleng, “Eh mon, kamu kan sahabatku dari SMA nih. Boleh gak aku minta...”

“Flora...” Tiba-tiba aku mendengar suara ardy memotong pembicaraanku denga mona. Suara itu dari belakang tubuhku.

“Eh ardy, kok kamu disini?” Sapa mona kepada ardy. Nampaknya ia terkejut melihat ardy yang tiba-tiba datang.

“Ngapain kamu disini, mau dihajar anak sekampus?” Tanyaku pada ardy.

“Aku cuma mau njelasin semuanya”

“Semuanya? Semuanya yang mana? Semuanya aku udah lama. Simpan saja, aku enggak butuh.” Jawabku dengan nada tinggi. Lalu aku cepa-cepat beranjak dari tempat dudukku. Pergi sejauh mungkin.

***

Setelah kejadian itu, setiap malam aku tak pernah keluar rumah lagi. Aku takut, aku takut jika aku kembali bertemu ardy.

“Tok. Tok. Tok. Tok...”

“Siapa sih malam-malam kerumahku seperti ini?” gumamku dalam hati.

Aku langsung kedepan. Dan membukakan pintu. Aku terkejut ketika yang kulihat adalah ardy.

“Ra, aku mau jelasin.” Pinta ardy dengn kata-kata cepat, mungkun dia khawatir aku akan segera meninggalkannya.

“Apa yang perlu aku dengerin?”

“Aku tahu kalo aku salah.”

“Kamu enggak salah. Tapi kamu keterlaluan.” Seketika itu aku langsung menutup pintu rumahku dengan keras seperti membanting.

“Ra... dengerin dulu, aku tahu kamu ada dibalik pintu.” Teriak ardy.

“Aku tidak butuh”

“Ra, jika kamu ingin tahu yang sebenarnya, maka dengerin dulu.”

Ya tuhan, tolong aku. Apakah aku harus mendengarkan semua cerita dari ardy. Aku takut, aku takut terjatuh pada lubang yang sama. Sudah cukup! Ini semua lebih dari sakit.

“Ra... biarkan aku memperbaiki semuanya”

Mendengar kata-kata tadi, tubuhku jadi lemas. Aku tak mampu lagi membendung air mataku. Munngkin ardy juga sedang menangis dibalik pintu yang sama.

***

Tak terasa, aku suadah tidur semalaman di bawah pintu ini. Aku penasaran, apakah Ardy masih ada di balik pintu? aku pun membuka pintu perlahan-lahan agar keberadaanku yang diketahui oleh Ardy. Ternyata benar dia masih terlelap di bawah pintu.

Aku bingung dengan apa yang harus aku lakukan. Membangunkan dia atau membiarkannya tetap tidur disini? Hatiku tak kuasa melihatnya namun hati yang dipenuhi emosi ini tetap pada keegoisaannya, sakit dibalas dengan sakit. Akhirnya aku memutuskan untuk membiarkannya tetap tidur. Buat apa peduli kepadanya, memangnya dulu dia peduli kepada aku apa?

Hari ini ada kuliah, aku harus mandi dulu.

Saat aku mandi, entah kenapa hatiku terasa seperti ada yang akan hilang. Mungkin aku aku salah karena telah membiarkan diluar atau... entahlah!

Tak terasa jam di kamar mandiku menunjukan  bahwa aku sudah mandi sejam lamanya. aku pun bergegas menyelesaikan mandiku. dan akhirnya selesai juga. lalu aku membuka pintu kamar mandiku, rasanya segar sekali.

"Gubraaak!!!"

"Suara apa itu?" Gumamku dalam hati. Yah! itu seperti suara benda yang bertabrakan tepat di depan rumahku. Jangan-jangan...

Aku bergegas lari ke pintu untuk keluar rumah dan untuk memastikan apa kan terjadi diluar sana. aku membuka pintu secepat yang aku bisa. Benar! Ternyata suara tadi adalah suara tabrakan. aku melihat-lihati sekeliling rumahku. Ternyata Ardy sudah pergi.

Hatiku semakin cemas ketika aku melihat  sebauh motor yang aku lihat tadi malam. Itu... itu pasti motor milik Ardy. Tiba-tiba rasa takut menghampiri hatiku, perlahan-lahan aku mencoba mendekati kerumunan orang yang sedang melihat korban tabrakan. Aku rasa ini tabrak lari karena hanya ada satu motor yamg aku lihat tergeletak begitu saja. Seperti ada mobil yang menabrak moror itu.

Hatiku seakan berharap bahwa motor dan korban itu tidak ada sangkut pautnya dengan Ardy. Terus dan terus aku memcoba mendesak kerumunan manusia itu. Cemas, takut, dan rasa berkecambuk dihatiku. aku melihat sesosok tubuh laki-laki yang penuh dengan darah.

Tidak! Itu... "Ardy..." Teriak paling kencang seumur hidupku.

Tamat

{ 3 komentar... read them below or Comment }

  1. Maaf cerpen ini belum dapat diselesaikan dikarnakan penulis belum menemukan ending yang tepat, jika ada yang tertarik unuk menyarankan akhir cerita cerpen ini bisa melalui komen yaaa... terimakasih.

    BalasHapus
  2. Tidak setiap cerita harus berakhir dengan kebahagiaan. Menurut saya, cerita ini lebih bagus ditutup sampai di sini. berakhir dengan sad ending. Bagus Rif, tingkatkan kreativitas!

    BalasHapus
  3. Terimakasih bu, atas semua masukkannya, semua cerpen sya belum ada satupun yang happy ending.

    BalasHapus


Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © DreaMedia : Bingkai Harapan -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -