APA ITU KEMATIAN SESUNGGUHNYA?

“Dia sedang menyatu, dia tidak melihat, mereka berkata: dia sedang menyatu,
Dia tidak mencium (bau), mereka berkata: dia sedang menyatu,
Dia tidak merasa, mereka berkata: dia sedang menyatu,
Dia tidak bicara, mereka berkata: dia sedang menyatu,
Dia tidak mendengar, mereka berkata; dia sedang menyatu,
Dia tidak berpikir, mereka berkata: dia sedang menyatu,
Dia tidak menyentuh, mereka berkata: dia sedang menyatu,
Dia tidak mengetahui, mereka berkata: dia sedang menyatu,
Ujung hatinya bercahaya dan dengan cahaya itu dirinya lepas melalui mata atau melalui kepala atau melalui lubang-lubang ragawi.
Dan ketika dirinya lepas, kehidupan meninggalkannya.
Dan ketika kehidupannya lepas, semua nafas vital meninggalkannya.
Dia pun lalu menyatu dengan intelejensia.
Lalu apakah intelejensia akan meninggalkannya?
Ilmunya dan amalnya menggenggamnya, demikian juga pengalaman masa lalunya?"
 
Bukankah kematian itu hanya konsepsi kita saja? Sehingga dengan membuat konsep kematian tersebut kita dapat mengenal hakikat kehidupan yang sesungguhnya.

Dan dengan mengenal kehidupan yang sesungguhnya serta membandingkan antara kehidupan yang sesungguhnya dan kematian, kita semakin sadar bahwa sebenarnya kematian itu tidak ada.

Mungkin yang paling mudah untuk dipahami bahwa sesungguhnya kematian itu hanya sebuah pintu untuk memasuki kehidupan lainnya. Kematian hanya sebuah barzakh (antara) menuju sebuah kehidupan lainnya. Kematian hanya sebuah istilah di mana seseoarng sedang memulai sebuah kehidupan baru.

Seorang Arif tidak sekadar belajar. Ia juga menyelami dan menyadari kehidupan ini. Dengan menyadari hidup, ia menyadari kematian. Dan baginya, baik hidup atau pun mati, adalah kondisi.

Akan tetapi ia tidak berada di dalam kondisi-kondisi tersebut, karena ia bahkan menciptakan kondisi tersebut. Bagi sang Arif, kondisilah yang ia bawa dan ia ciptakan. Sedangkan bagi orang lain, kondisi membuat mereka tiada berdaya.

Untuk sampai pada realisasi ini (realisasi akan kehidupan dan kematian) adalah dengan jalan tidak sekadar mempelajarinya. Jadi jika demikian, untuk apa kita mempelajari kesemuanya termasuk kehidupan itu sendiri?

Untuk objek yang kita pelajari! Namun juga mesti disadari bahwa tidak segala sesuatu yang kita pelajari didasarkan pada objek yang dicari.


Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments


Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © DreaMedia : Bingkai Harapan -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -