- Back to Home »
- CERPEN »
- Cerpen: Bukan Salah Bintang-bintang
(Karya: Ma'arif Suryadi)
Aku pernah mendengar suatu pernyataan ’Tidak ada sahabat sejati di dunia ini, yang ada hanyalah kepentingan’, dan sialnya aku percaya akan hal itu. Faktanya, aku pernah punya sahabat waktu aku duduk di sekolah dasar. Enam tahun aku bersahabat dengannya, dan setelah kami lulus, tak ada satupun kabar darinya. Aku juga punya sahabat lagi sewaktu SMP, dia orang kaya. Hampir setiap hari aku mendapat traktiran darinya, begitupun dia yang selalu mendapat contekan dariku. Dan kami berpisah setelah lulus, aku tak pernag lagi mendengar kabarnya.
Kini aku SMA, dan aku sudah lulus. Hanya saja aku belum mendapat ijasah. Dan aku harus hadir ke pesta perpisahan tiga hari lagi. Tentunya, aku juga punya sahabat. Tapi kali ini agak berbeda, sahabatku ini seorang cewek. Namanya Bintang. Sama seperti namanya, dia bersinar di sekolah. Dia cantik, dia baik, dia berprestasi, dia familiar, dan dia kaya. Dan beruntungnya aku selalu digosipkan jadi pacarnya. Padahal aku tahu, dia tak pernah menganggapku lebih dari sahabat. Dia pernah bilang sendiri, kalau sampai hari ini dia sudah punya tujuh mantan kekasih. Dan dari ketujuh mantannya itu, semuanya membuat dia kecewa.
Dia juga pernah bilang kalau aku adalah cowok yang tak pernah membuatnya kecewa. Dan itu membuat aku berfikir, apakah aku cowok sejati? Tapi aku tak peduli, yang penting aku selalu bisa dekat dengannya. Kami berdua memiliki kualitas obrolan yang buruk. Kami jarang sekali membicarakan hal penting. Semua yang kami bicaran adalah hal konyol. Kami sering bedebat keren mana antara Maroon 5 atau One direction, Spiderman atau Superman, Harry Potter atau The Lord of the Rings, Doraemon atau Shincan, Afgan atau Vidi Aldiano. Suatu hari kami pernah membicarakan siapa yang lebih indah diantara bintang kami, Scorpio atau Sagitarius.
Malam itu kami berbaring di taman belakang rumah Bintang, di atas rumput yang tak aku tahu jenisnya, namun itu terasa seperti di atas karpet. Malam itu sangat indah, penuh bintang. Dan melihat berdua bintang di atas sana adalah hal yang paling aku sukai saat musim kemarau di bulan Agustus.
“Kamu tau nggak letak rasi scorpio itu sebelah mana?” Tanya Bintang padaku.
“Aku anak sosial, dan aku tidak tertarik pada astrologi, emmm atau mungkin astromoni,” jawabku seadanya.
“Padahal aku ingin cari tahu, tapi selalu saja lupa,”
“Sebagai anak sain, bukanya itu di pelajari ya?”
“Harusnya, di akhir Bab Fisika kelas tiga, namun karena tidak masuk dalam ujian, jadi tidak dipelajari. Tapi bukannya geografi juga ada tentang jagat raya?”
“Ya memang ada, tapi aku tidak tertarik, dan aku malas mengingat-ingatnya. Dan yang aku ingat itu juga ada pada pelajaran kelas 4 SD. Aku lebih tertarik pada ekonomi, dan aku shampir selalu mendapat nilai sempurna pada pelajaran itu,” jelasku.
“Oke lupakan saja. Aku hanya berpikir kalau scorpio itu rasi yang paling terkenal,”
“Dan sagitarius adalah rasi yang palin indah,” tambahku tak mau kalah.
“Tau dari mana? Dan bahkan sagitarius tidak pernah di singgung dalam buku astronomi manapun,”
“Aku sering mendengar, dan aku bangga mendengarnya. Dalam film-film romantis, sinetron, dan buku-buku fiksi. Dan tak ada satupun film, sinetron, atau buku yang bilang scorpio itu indah,” aku mulai kesal.
“Oh ya? Aku rasa aku lebih tau lebih banyak tentang scorpio daripada kamu?” ucapnya dengan nada lebih tinggi dari sebelumnya.
“Kamu bilang lebih tau? Baik kalo begitu aku ingin Tanya? Dimana letak rasi itu, langit utara atau selatan? Kapan scorpio itu bisa terlihat, musim kemarau atau penghujan? Kemana scorpio menunjukan arah, tenggara atau timur, utara atau selatan. Atau mungkin barat? Dan taukah kamu, dari gugus bintang apa saja rasi kalajengking konyol itu terbentuk?” aku mencoba menyudutkannya.
“Aku tak yakin apakah nantinya anak social akan mengingat penjelasanku tentang scorpio?” ejeknya.
“Kalo begitu aku yang akan menjelaskan tentang sagitarius. Yang aku tau tentang sagitarius, sebuah rasi bintang yang menggambarkan tentang makhluk dalam mitos kuno yunani. Si Centaurus sang pemanah. Kau bisa bayangkan betapa indahnya centaurus itu,”
Aku mulai merasa menang.
“Hanya itu yang bisa kamu jelaskan? Aku akan balik bertanya, apa kamu tau perbedaan Centaurus, Pegasus, dan Unicorn?”
Aku tersenyum mendengar pertanyaannya,”Pada dasarnya mereka sama, seekor kuda. Pegasus dengan sayap, Unicorn dengan satu tanduk di kepalanya, dan centaurus dengan tubuh setengan manusia. Sebagai seorang sahabat harusnya kamu tahu, betapa tertariknya aku pada dunia imaginasi seperti itu,”
Bintang tampak kesal. Ia pun lantas bangun. Aku ikut bangun dari rumput taman yang sudah tidak nyaman lagi.
“Ini sudah malam, lebih baik kamu pulang sekarang,” tukas Bintang. Lalu, ia melangkangkan kakinya.
Tanpa sadar aku menarik tangannya, mencoba untuk menahannya.
“Aku tahu aku salah. Ini semua bukan salah bintang-bintang, ini salahku sendirian. Sebagai seorang cowok dan sahabatmu, seharusnya aku mengalah untukmu. Kita sering berdebat seperti ini. Kadang aku merasa lucu, kita itu bersahabat, tapi kenapa ya kita sering marahan, emmm membuat kesal satu sama lain. Dan kamu ngambek, lalu aku minta maaf. Dan kita kembali bersahabat seperti biasa,” kataku berhenti, aku mencoba memikirkan kata-kata lain untuk aku ungkapkan,”aku tidak pandai merangkai kata, aku hanya merasa aneh. Entahlah! Tapi yang selalu aku rasakan adalah… aku selalu menyesal karena membuatmu marah. Itu saja,”
Aku melepas tanganku dari tangan Bintang. Ia masih tak menoleh padaku.
“Baiklah keliatannya kamu benar-benar kesal padaku . Errrrr… aku akan memutar lewat samping rumahu… emmm jika mungkin kamu tidak ingin aku lewat pintuuu... karena harus masuk lagi ke rumahmu. “ kataku terbata-bata
Tiba-tiba Bintang membalik tubuhnya kearahku. Kemudian entah karena sebab apa dia tersenyum padaku.
“Terima kasih untuk malam ini, aku harap kita bertemu di pesta perpisahan. Dan kamu masih satu-satunya cowok yang tidak pernah membuatku kecewa. Aku setuju denganmu, ini semua bukan salah bintang-bintang,”
Dan seketika waktu terasa berhenti. Bintang memelukku untuk pertama kalinya.
***
Setelah malam itu aku sadar bahwa ‘tidak ada seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bisa seterusnya bersahabat’. Sebenarnya aku sudah merasakan hal yang berbeda ketika pertama kali aku kenal dengan Bintang. Hanya saja aku memilih untuk selalu bersamanya, apapun caranya. Aku tak ingin semua ini berakhir, aku ingin selalu bersamanya… yah untuk selamanya. Bahkan mala mini, malam yang dinamakan Pesta Perpisahan, tak akan pernah memisahkan kami.
Setelah acara Perpisahan selesai, aku duduk di teras berundak dekat parkiran. Aku dan Bintang janjian bertemu disini. Di dalam tadi aku tak sempat mengobrol banyak dengannya, aku harus bergabung dengan teman cowok lainnya dan begitupun dia harus bergabung teman cewek lainnya.
“Satya?” seseorang memanggil namakuku dari belakang. Lantas aku menoleh, ternyata itu Bintang.
“Duduklah! Kamu terlambat cukup lama,” protesku. Mendengar itu, Bintang pun duduk tepat di sampingku.
“Apa kita nggak dikira tukang parkir ya?”
“Mana mungkin ada tukang parking seganteng aku?” candaku.
“PD gilaaa…” serunya.
“Dan mana mungkin ada tukang parkir secantik kamu, apalagi dengan gaun cantik itu,”
“Udah pinter ngegombal ya? Tapi makasih deh!”
Aku tersenyum padanya, ia pun membalasnya.
“Selamat ya kamu jadi lulusan terbaik tahun ini. Aku sedang bicara dengan orang jenius yang sangat menggemari pelajaran Ekonomi.” Ucapnya padaku.
“Kelihatannya semua itu memang hebat. Tapi kalau aku hebat, pasti aku dulu memilih jurusan sains kan?”
“Tidak selalu seperti itu. Tapi selamat! Aku bangga jadi sahabatmu.”
“Terima kasih. Aku tak menyiapkan kalimat untuk membalas ucapanmu,” kataku sambil tersenyum padanya.”
Ia tidak membalas senyumku, keliatannya ada hal penting yang ia ingin sampaikan lagi.
“Oh iya, aku mau buat pengakuan kalau aku setuju dengan pernyataanmu malam itu. ,”
“Pernyataan yang mana. Pernyataan kalau tidak ada sahabat sejati di dunia ini, yang ada hanya kepentingan?”
“Aku juga setuju dengan itu. Tapi bukan itu. Tentang rasi bintang. Yah baru malam kemarin aku kebetulan liat drama korea, dan di situ pemainnya bilang kalau sagitarius itu yang paling indah. Walaupun itu, aku tetap yakin kalau scorpio itu yang paling terkenal. Aku bahan udah mempelajari rasi scorpio. Setelah malam itu aku langsung beli buku astrologi, eh astronomi maksudnya.”
Aku hanya tersenyum-senyum mendengarnya,
“Kenapa kamu senyum-senyum begitu?” tanyanya keheranan.
“Kamu lucu.”
“Menghina atau…”
“Aku memuji dengan tulus.”
Aneh sekali, mendengar pujianku bukannya Bintang tersanjung, ia malah terlihat sangat sedih. Ia seperti ingin menangis. Matanya seketika berkaca-kaca.
“Apa aku salah?” tanyaku bingung.
Bintang menggeleng.
“Lalu kenapa kamu keliatan sedih?’
“Aku sedih karena kemarin aku baca majalah. Aku liat ramalan zodiak, dan disitu tertuliskan kalau sahabat terbaikku akan pergi.”
Setetes air mata jatuh membasahi pipi Bintang.
“Zodiak? Kamu masih percaya dengan ramalan?”
“Terserah kamu mau percaya atau enggak. Dan beberapa kali pun kamu bilang ‘Bukan salah bintang-bintang’, aku tetap takut. Bisakah kamu merasakan itu?”
Tanpa aku sadar, aku memeluk Bintang. Aku berusaha menenangkannya.
“Aku tau, aku bisa merasakan. Aku juga takut kita berpisah. Tapi percayalah semua akan baik-baik saja. Semua tidak seburuk apa yang kamu pikirkan. Dan itu hanyalah ramalan zodiak. Itu belum tentu benar. Kamu tidak boleh percaya sepenuhnya dengan itu.” Hiburku.
“Aku hanya takut kalau aku tak bisa bahagia tanpamu. Tiga tahun kita bersahabat. Kita telah melakukan segalanya bersama. Aku hanya…”
“Tenanglah…” potong kataku,”asal kamu tahu, aku bahkan lebih takut darimu. Aku pernah kehilangan sahabat sebelumnya. Tapi nyatanya aku baik-baik saja. Aku tetap bahagia. Aku tetap bisa tersenyum, bahkan tertawa. Dan bahkan, kesendirian pun tidak menakutkan seperti yang kita kira,”
“Satya, terima kasih semuanya, aku belum pernah menemukan sahabat sebaik kamu,”
“Aku juga,” tukasku.
Kami lama berpelukan. Bahkan ia tak mau melepas pelukannya. Ia mencurahkan segala yang ia takutkan. Dan aku selalu menghibur sebisaku. Aku baru melihat ia sesedih ini. Selama kami bersama, kami selalu tertawa. Ini merupakan kebersamaan kami yang paling menyedihkan.
***
Aku tak percaya kalau acara Perpisahan malam itu menjadi waktu terakhir kalinya aku berjumpa dengan Bintang. Aku tak pernah bisa mengatakan kalau apa yang ditakutkan Bintang, apa yang ada dalam ramalan zodiak itu adalah benar. Aku akan pergi meninggalkan Bintang. Untuk sementara, tapi bukan untuk waktu yang sebentar.
Aku semakin dekat dengan impianku. Aku mendapatkan besiswa kuliah Ekonomi di Iinggris. Karena itu siang ini aku ke Bandara. Jam dua belas siang pesawatku akan berangkat. Kira-kira itu setengah jam lagi. Aku tak pernah membayangkan semua ini akan terjadi. Aku akan pergi dan meninggalkan semuanya.
Aku menarik koperku perlahan. Tempat itu tidak begitu ramai, hanya ada beberapa orang saja. Aku menoleh ke belakang, mencoba mengingat setiap tempat di pandanganku. Sebuah mobil Mercedes berhenti. Entah kenapa aku merasa kenal dengan mobil itu. Dan seorang keluar dari mobil itu.
Tidak! Tidak mungkin. Mana mungkin dia tahu aku di sini.
“Bintang…” kataku pelan dengan penuh keterkejutan. Tampaknya Bintang juga sama terkejutnya. Dia langkah cepat dia menghampiriku. Dia tampak marah, sangat marah.
“Biar aku jelaskan,” kataku cepat sebelum Bintang mulai bertanya padaku,”Aku dapet beasiswa kuliah ekonomi di Oxford University, dan aku harus berangkat hari ini,”
Bintang menatam tajam padaku. Dia tampak marah, oh tidak! Dia lebih dari marah, dia kecewa.
“Kamu ingin pergi dan kamu tidak ngasih tau aku. Sahabat kamu? Atau aku apa? Tidak berartikah seorang sahabat bagimu,” sesal Bintang. Ia mulai menangis.
“Aku…”
“Kamu keterlaluan,”potong Bintang.
“Yah aku keterlaluan. Tapi… aku juga punya alasan,”
“Dan kamu pikir aku mau mendengarnya?”
“Ya, kamu mau.”
“Aku tidak mau,”
“Terserah! Aku ingin bilang: malam itu, saat acara perpisahan. Aku ingin mengatakan ini, mengatakan kalau aku ingin pergi ke Inggris. Tapi semua tak sesuai rencana. Kamu malah lebih dulu sedih ketika membaca ramalan zodiac kalau sahabatmu ingin pergi. Kamu menangis, dan aku tidak tega. Dan aku lebih tidak tega kalau harus bilang ramalan zodiac itu benar. Ya aku salah. Bintang-bintang itu benar,”
Kini wajah Bintang basah air mata.
“Aku hanya bingung, kenapa semua rencana ini gagal. Kenapa kamu bisa ada disini, padahal hanya keluargaku saja yang tahu. Dan bahkan, aku suruh keluargaku merahsiakannya dari siapapun, apalagi kamu. Dan sekarang aku melihatmu menangis, itu yang paling aku takutkan dan kini terjadi,”
“Sekali lagi kamu keterlaluan. Apakah kamu tidak merasan hal berbeda, bahkan sejak kita pertama berkenalan. Apa kamu tidak pernah melihat sedikitpun perasaan yang berbeda?”
“Bintang, maafkan aku. Tapi aku harus pergi. Ini impianku. Cita-citaku dari kecil. Kamu tau kan betapa aku ingin kuliah Ekonomi, dan ini di Inggris. Tak ada satu hal pun yang boleh menghancurkan impianku,” tegasku berusaha tetap tegar.
“Tapi aku mencintaimu, dan aku ingin kamu tetap disini. Aku tak mau jauh darimu!” seru Bintang.
“Kamu apa?” aku sangat terkejut mendengarnya,”Kamu cinta padaku? Kenapa kamu berpacaran dengan cowok lain, sedangkan aku selalu ada disampingmu. Dan taukah kamu berkali-kali aku ingin bilang, tapi kamu sudah dengan orang lain,” mataku terasa pedih. Tidak! Aku tidak boleh menangis, apalagi di hadapan wanita yang aku cintai.
Dan dalam sekejab, pelukan Bintang jatuh di tubuhku. Aku merasa kedamaian yang tak pernah aku rasakan sebelumnya.
“Bintang, aku Cuma ingin kamu tahu kenapa aku tak mengatakan kalau aku ingin pergi. Kenapa aku tidak bilang, sama seperti alasan aku tetap membuatmu jadi sahabat. aku tak ingin ada air mata di antara kita. Aku harus pergi.”
Aku melapas pelukan Bintang. Namun ada yang aneh, air matanya kini telah tiada. Dia malah tersenyum kepadaku.
“Kamu tidak sedih aku mau pergi?” tanyaku heran.
“Apa kamu nggak penasaran kenapa aku ada disini?” Tanya Bintang balik yang membuatku tambah heran.
“Kamu pasti tau dari mamaku kan?”
Dia menggeleng,”Aku ingin menjemput Ayahku yang baru pulang dari London,”
Aku baru ingat kalau Ayahnya Bintang bekerja di kedutaan Indonesia untuk Inggris.
“Aku masih bingung. Aku masih tak mengerti kenapa kamu yang tadinya sedih sekarang ceria?”
“Ternyata mungkin Zodiak itu salah. Semua ini bukan salah bintang-bintang. Hanya saja sang peramal yang kurang ajar. Sebenarnya malam itu aku sedih karena aku diterima kuliah di Inggris. Ayahku yang mendaftarkannya. Dan aku pikir, aku jauh dari kamu. Dan nyatanya, kamu juga mau kuliah di Inggris. Dan dua minggu lagi aku akan ke Inggris. Menyusul orang yang paling aku cinta,”
Aku hanya terdiam.
“Lalu kenapa kamu tadi nangis?”
“Itu pelajaran buat kamu karena kamu tidak jujur padaku. Hanya acting, tidak kalah hebat kan dengan Angelina Jolie?”
Aku sangat bingung, pikirku.
“Apa kamu tidak senang mendengar kabar gembira ini?”
Spontan aku langsung memeluk Bintang. Aku sangat senang, walau aku masih sangat bingung. Aku pikir, aku tak akan lagi sendirian untuk mengejar impianku. Aku akan akan bersama sahabat, mungkin bukan lagi sahabat. Kami saling jatuh cinta. jadi, kedua teoriku tidak salah. Keduanya terbuktti. Pertama, tidak ada sahabat sejati. Mungkin semua persahabatan memang di dasarkan pada kepentingan. Kepentingan untuk saling berbagi, saling melengkapi, saling memahami, saling menolong mungkin. Dan kedua, yang jelas semua orang bisa merasakan bahwa tidak ada sepasang cewek dan cowok yang bisa seterusnya jadi sahabat. aku rasa semua orang bisa membuktikan teoriku yang kedua.
***