Artikel ini sebelumnya sudah saya posting di tz.ucweb.com/1_2D1Vi
Sebuah sekuel, tentu diharapkan lebih baik atau setidaknya setara dengan film sebelumnya. Namun justru sebaliknya. Banyak sekuel malah lebih buruk dari pendahulunya, bahkan jauh dari harapan penonton. Fakta itulah yang dialami film arahan Guntur Soehardjanto, Ayat-ayat Cinta 2.
Filmnya yang digadang-gadang sebagai The Greatest Love Story, justru menjadi The Strangest Love Story (baca: kisah cinta teraneh). Padahal banyak yang berharap lebih dari sekedar cerita ftv. Netizen menyalahkan penurunan kualitas sekuel ini karena tidak lagi diarahkan sutradara kondang Hanung Bramantyo, emm.. bisa jadi. Atau mungkin juga beberapa karakter dimainkan oleh aktor/aktris yang berbeda?

Ada beberapa hal kurang rasional dalam film yang pemeran utamanya, Fahri masih dibintangi Fedi Nuril. Pertama, karakter Fahri yang begitu digambarkan seperti Nabi, begitu kaya raya, dan juga dermawan. Menurut penulis, ini berlebihan di kehidupan nyata apalagi hidup di Inggris yang notabene biaya hidupnya gila-gilaan. Kedua, walaupun ber-setting di Inggris, hampir semua tokoh dalam film itu fasih berbahasa Indonesia: dari semua Mahasiswa Edinburgh, sampai pegawai toko. Tentu ini sangat menggangu. Toh, film ini sudah dilengkapi subtitle, jadi alangkah baiknya tidak memakai bahasa gado-gado tesebut. Ketiga sebelum hilang pun Aisha sudah bercadar, mengapa suami dan saudaranya sendiri tak bisa mengenalinya? Kenapa? Entahlah. Keempat, beberapa tokoh yang diceritakan sebagai orang asing, diperankan oleh aktor Indonesia. Ya mungkin mahal kalo bayar aktor luar, sudahlah!
Dan terakhir adalah kejanggalan terbesar yang dibuat film ini. Karena scene inilah kritikus membajiri review negatif. Mungkinkah ada transplantasi atau operasi plastik secanggih apa yang ditampilkan film tersebut? Penulis jadi penasaran, apa benar hal ini juga diceritakan dalam Novel karangan Habiburrahman El shirazy yang diadaptasi ke dalam film tersebut? Andai saja, ada yang memberi tahu kalo film ini adalah science fiction, mungkin sedikit dapat menerima. Tapi sayangnya, jelas-jelas film ini bergenre drama.

Sebenarnya masih banyak hal-hal janggal yang ada. Tapi penulis terlalu lelah untuk mendeskripsikannya. Untung saja, film ini tertolong berkat keindahan Edinburgh yang memanjakan mata sepanjang film. Juga, soundtrack yang cukup digarap dengan apik.
Plot film ini juga serba nanggu. Bikin nangis enggak, kocak enggak, menginspirasi enggak, datar banget pokoknya. Penulis sendiri mengharap konflik lebih dari Keira yang diperankan Chelsea Islan, dari hanya sekedar menepati janji: Nikahi Aku Fahri.
Jadi perlukah sebuah sekuel ini? Mungkin tidak.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments


Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © DreaMedia : Bingkai Harapan -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -