Artikel ini sebelumnya sudah saya posting di tz.ucweb.com/1_4O662

Jarang sekali orang mendengar kota Ebbing, Missouri sebelum film yang dinahkodai Martin McDonagh membawa pulang piala Golden Globes sebagai film drama terbaik tahun ini. Sampai sekarang pun saya belum tahu, apakah kota itu nyata atau hanya fiktif. Ketika saya mencoba mengetik namanya, yang muncul bukan lokasi melainkan hanyalah film tersebut.
Terlepas kota itu ada atau hanya fiktif, Three Billboards (saya singkat saja) berhasil membuat saya pribadi penasaran dengan kota itu. Bukan karena gambaran kota yang ditampilkan menawan, bukan juga karena sinematografinya, namun kisah tentang tiga reklame yang ada di kota itulah yang begitu membekas dalam pikiran.
Adegan film ini dimulai dengan cuplikan pemandangan dari kota Ebbing diiringi lagu seriosa menyedihkan, yang memberitahu penonton bahwa film ini cukup kelam dan depresi. Lalu muncul Mildred Hayes (Frances McDormand), seorang ibu yang sudah tujuh bulan kehilangan anak gadisnya. Anaknya tersebut diperkosa sampai meninggal dan sekian lama belum juga ditemukan pelakunya. Karena kesal, sang ibu berinisiatif membuat tulisan pada tiga reklame yang ia lihat di perbatasan kota Ebbing. Kebetulan Reklame tersebut sudah lama tak ada yang memasang iklan dikarena jalanan yang sepi.
Tidak ingin memuat banyak spoiler, pada akhirnya ide cerdas Reklame tersebut berhasil menarik banyak perhatian. Raped while dying (Diperkosa saat sekarat), And still no arrest (Belum ditahan), serta How come Chief Willoughby? (Kok bisa begitu, Chief Willoughby?) - begitulah isi tiga reklamenya. Berhasil diliput dalam berita tv, membuat polisi marah, dan meresahkan masyarakat. Ini hanyalah permulaan.
Cerita bergulir dengan banyaknya orang yang membenci Ibu yang kini hanya memiliki seorang anak laki-laki. Banyak mengecamnya, melapornya kepolisi, dan marah atas perbuatannya. Hal tersebut dipicu karena Chief Willoughby terkena kanker pankreas, dan umurnya tidak lama lagi.
Gangguan/ ancaman tak hanya dipikul orang Mildred seorang. Rekan kerja, anaknya, pemilik biro iklan, serta pemasang reklame pun tak luput dari ancaman dan cacian. Namun semua itu tak membuat Mildred getar sedikitpun. McDormand berhasil membawakan karakter Mildred Hayes tanpa cela sedikitpun. Menjadi wanita tegar dan tanggung yang dilihat banyak orang, padahal rapuh karena keretakan rumah tangga yang dialaminya.
Permis awal memang cukup sederhana. Namun tak disangka, sang sutradara melebarkan sayap terhadap masing-masing tokoh pendukung yang ada. Para tokoh pendukung itupun memerankan dengan sangat baik dan meyakinkan.
Pertama, Chief Willoughby. Sang kepala polisi yang dianggap bertanggung jawab atas tidak kelarnya kasus kematian putri Mildred. Terlihat sangar dari luar, namun iya merupakan sosok yang penuh cinta terhadap masyarakat terutama keluarganya. Ayah yang baik. Mildred menganggap Willoughby tak peduli terhadap kasus putrinya, bahkan setelah terpasang tiga reklame tadi. Namun sesungguhnya ia sangat peduli terhadap Mildred. Saat ia akhirnya meninggal, ia membayarkan sewa tiga reklame tersebut. Betapa ia sosok yang berhati besar.
Kedua, Dixion. Sang polisi kasar dan tukang pukul. Sifatnya itu akibat kehilangan ayahnya waktu ia kecil. Menyebabkan ia harus kuat hidup hanya dengan ibunya. Menjadi kehilangan arah. Ia merupakan tokoh pendukung yang mencuri perhatian. Awalnya kita akan membenci akan setiap tingkah kasarnya. Namun pada akhirnya, kita akan paham kalau dirinya hanya butuh tuntunan, butuh orang yang memberi tahu mana yang baik untuk dilakukan.
Lalu ada Red Welby. Sang pemilik biro iklan yang rendah hati. Sering menjadi sasaran kemarahan Dixion. Ada satu adegan dimana dirinya dilempar keluar jendela dan dipukul sampai babak belur oleh Dixion. Namun ada adegan pula dimana ia masih berbaik hati pada dixion yang sedang sekarat. Salah satu adegan menyentuh dalam film ini.
Konfilk antara masing-masing tokoh memiliki hubungan kuat dengan tiga Reklame sebagai benang merahnya. Konflik film ini termasuk rumit dan berhasil dikembangkan baik, dan diakhiri dengan memuaskan.
Film ini mengajarkan kita bagaimana harus berempati akan sesama. Bahwa semua manusia memiliki konfliknya masing-masing. Bukan hanya kita orang paling menderita di dunia ini.
Ending... walupun sudah berdurasi cukup panjang, namun kita masih ingin durasi yang lebih lagi. Karena film ini benar-benar menarik untuk diikuti.
Dan apakah pelaku pemerkosaan itu ditemukan? Kalo penasaran, saya sarankan untuk menonton filmnya.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments


Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © DreaMedia : Bingkai Harapan -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -